BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mayoritas negara-negara di dunia memiliki lebih dari satu etnis maupun kebudayaan yang melebur dalam satu negara. Suatu negara dapat memiliki etnis lebih dari 1 atau terkadang jumlahnya bisa sangat banyak. Dengan banyaknya etnis yang dimiliki dalam suatu negara tersebut, maka pemerintah dalam hal ini harus menyatukan seluruh etnis tersebut dalam satu kesatuan, baik menyamakan semua kebudayaan tersebut, ataukah tetap membiarkan kebudayaan-kebudayaan tersebut berdiri sendiri-sendiri dalam negaranya. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya konflik di negara tersebut.
Hanya saja, terkadang konflik antar etnis tidaklah dapat dihindari. Adanya kecemburuan ataupun keinginan untuk melebihi etnis yang lain membuat pada akhirnya konflik antar etnis tersebut tidak dapat dihindari. Salah satu contohnya adalah negara Australia. Dimana dengan kedatangan masyarakat Eropa, dan membuat masyarakat mereka menjadi masyarakat multicultural, menjadikan negara tersebut memiliki banyak konflik yang terjadi antara masyarakat kulit putih dengan masyrakat Aborijin yang notabene merupakan masyarakat kulit hitam. Konflik tersebut tidak dapat dihindari,dan sampai menyebabkan kematian sebagian besar masyrakat Aborijin tersebut. Salah satu contohnya adalah, konflik yang terjadi di Tasmania pada tahun 1820 sebanyak 1.200 orang dibantai oleh masyrakat kulti putih.
Konflik-konflik yang terjadi di Australia tersebut pada dasarnya tidak hanya terjadi di Australia saja. Banyak konflik yang terjadi baik dikarenakan adanya perbedaan etnis, budaya, dan terkadang agama. Perbedaan agama sebagai dasar dalam timbulnya sebuah konflik salah satu contohnya terjadi di Indonesia beberapa tahun yang lalu. Hal ini tentu saja akan menjadi tantangan bagi pemerintah suatu negara untuk mengambil kebijakan dan mencari solusi untuk menyelesaikan konflik antar etnis tersebut dan berusaha agar konflik-konflik tersebut tidak akan terulang lagi.
Dalam makalah ini, penulis menggunakan multikulturalisme masyarakat Australia untuk menjelaskan proses dari munculnya multikulturalisme tersebut, yang akhirnya akan memperlihatkan konflik-konflik yang bermunculan untuk pada akhirnya terdapat solusi untuk menyamakan dan menyelasikan konflik-konflik tersebut.
Rumusan Masalah
Dalam makalah ini terdapat dua pertanyaan yang hendak dijawab oleh penulis, yaitu
Bagiaman proses imigrasi memperngaruhi identitas budaya suatu etnis?
Identitas apakah yang dibagun oleh masyarakat Australia ?
Kerangka Konsep
Multikulturalisme
Multikulturalisme pada dasarnya merupakan sebuah filosofi yang ditafsirkan sebagai ideologi yang menghendaki adanya persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial politik yang sama dalam masyarakat modern. Istilah multikultural juga sering digunakan untuk menggambarkan kesatuan berbagai etnis masyarakat yang berbeda dalam suatu negara. Multikulturalisme itu sendiri berasal dari dua kata; multi (banyak/beragam) dan cultural (budaya atau kebudayaan), yang secara etimologi berarti keberagaman budaya. Budaya yang mesti dipahami, adalah bukan budaya dalam arti sempit, melainkan mesti dipahami sebagai semua dialektika manusia terhadap kehidupannya. Dialektika ini akan melahirkan banyak wajah, seperti sejarah, pemikiran, budaya verbal, bahasa dan lain-lain.
Will Kymlicka, menjelaskan mengenai sumber dari multikulturalisme itu sendiri. Dimana, ia menjelaskas bahwa sumber dari multikulturalisme pada dasarnya adalah imigrasi, yaitu keputusan individu atau sekelompok individu untuk meninggalkan tanah air mereka dan pindah ke society society yang baru. Pada akhirnya negara yang menerima imigran tersebut dapat dikatakan sebagai negara multikulturalisme, karena negara yang menerima imigran tersebut juga memberikan peluang bagi para pendatang untuk tetap mempertahankan karakter budayanya masing-masing.
Dijelaskan secara lebih lanjut oleh Pasurdi Suparlan, bahwa multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individu maupun kebudayaan. Hal ini dianggap menarik oleh Suparlan, karena penggunaan ideologi sebagai penggambaran bahwa betapa mendesaknya kehidupan yang menghormati perbedaan, dan memandang setiap keberagaman sebagai suatu kewajaran serta sederajat. Multikulturalisme adalah sebuah ideologi dan sebuah alat untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya. Untuk dapat memahami multikulturalisme diperlukan landasan pengetahuan yang berupa bangunan konsep-konsep yang relevan dan mendukung keberadaan serta berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan manusia. Dijelaskan secara lebih lanjut oleh Parsudi Suparlan, akar kata dari multikulturalisme adalah kebudayaan, yaitu kebudayaan yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Dalam konteks pembangunan bangsa, istilah multikultural ini telah membentuk suatu ideologi yang disebut multikulturalisme. Konsep multikulturalisme tidaklah dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman secara sukubangsa atau kebudayaan sukubangsa yang menjadi ciri masyarakat majemuk, karena multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan. Oleh karena itu, Suparlan menyatakan terdapat berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah, demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, sukubangsa, kesukubangsaan, kebudayaan sukubangsa, keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya komuniti, dan konsep-konsep lainnya yang relevan. Konsep-konsep ini dianggap berhubungan dengan multikulturalisme dikarenakan disaat kita membicarakan mengenai multikulturalisme, maka secara tidak langsung kita akan membicarakan konspep-konsep yang telah dijelaskan di atas.
Selanjutnya mengutip Fay (1996), Jary dan Jary (1991), Watson (2000) dan Reed (ed. 1997) menyebutkan bahwa multikulturalisme ini akan menjadi sebuah acuan utama bagi terwujudnya masyarakat multikultural, karena multikulturalisme sebagai sebuah ideologi akan mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan. Dalam model multikulturalisme ini, sebuah masyarakat mempunyai sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya seperti sebuah mosaik. Di dalam mosaik tercakup semua kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang lebih kecil yang membentuk terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan seperti sebuah mosaik. Dengan demikian, multikulturalisme diperlukan dalam bentuk tata kehidupan masyarakat yang damai dan harmonis meskipun terdiri dari beraneka ragam latar belakang kebudayan.
Akan tetapi dijelaskan oleh Samuel P. Huntuington (1993) yang “meramalkan” bahwa pada akhirnya dengan keberadaan multikulturalisme tersebut, bahwa konflik antar peradaban di masa depan tidak lagi disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi, politik dan ideologi, tetapi justru dipicu oleh masalah masalah suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Konflik tersebut menjadi gejala terkuat yang menandai runtuhnya polarisasi ideologi dunia kedalam komunisme dan kapitalisme. Bersamaan dengan runtuhnya struktur politik negara-negara Eropa Timur. Ramalan ini sebenarnya telah didukung oleh peristiwa sejarah yang terjadi pada era 1980-an yaitu terjadinya perang etnik di kawasan Balkan, di Yugoslavia., pasca pemerintahan Josep Broz Tito: Keragaman, yang disatu sisi merupakan kekayaan dan kekuatan, berbalik menjadi sumber perpecahan ketika leadership yang mengikatnya lengser.
Selain itu, dijelaskan lebih lanjut oleh Kymlicka bahwa, dalam masyarakat yang multicultural, pemerintah suatu negara tersebut dapat mengambil dua kebijakanuntuk mengatasi timbulnya konflik ataupun untuk menegakkan keadilan dalam masyarakatnya, yaitu pemerintah telah sejak awal membentuk negara tersebut dengan kebangsaan yang berbeda dan bersifat multicultural, ataukah pemerintah mengambil kebijakan dimana masyarakatnya ber-migrasi dari kebudayaannya yang berbeda-beda tersebut, dimana dalam hal ini disebut sebagai sebuah negara yang polietnik.
BAB II
ISI
Sejarah Imigrasi Australia
Kedatangan para imigran di Australia terdiri dari Dua Gelombang. Gelombang pertama migrasi ke Australia berlangsung dalam kurun waktu antara tahun 1788, yaitu pada saat rombongan pertama dari Inggris tiba, tahun 1945, dan saat berakhirnya Perang Dunia II. Pada masa ini, pada dasarnya masi sedikit jumlah imigran yang masuk ke Australia. Delapan dari sepuluh narapidana yang ditransformasikan ke Australia, adalah laki-laki. Akan tetapi, dengan dikeluarkannya beberapa kebijakan dan juga organisasi, seperti Family Colonisation Loan Society sebagai sebuah organisasi yang memilih inigran yang pantas, terutama keluarga-keluarga, dan menempatkan diri mereka secara pantas di Australia akhirnya meningkatkan proporsi pada kedatangan imigran Australia dan meningkatkan jumlah penduduk yang berada di Australia. Melalui program-progyan imigrasi tersebut, sangat meningkatkan jumlah penduduk Australia. Pada tahun 1850 jumlah penduduk Australia meningkat hampir mencapai setengah juta.
Terutama dengan ditemukannya emas di New South Wales dan Victoria pada tahun 1850, hal ini menimbulkan arus imigran dalam jumlah yang sangat besar. Dimana peristiwa tersebut dikenal dengan nama gold rush. Antara tahun 1851 dan 1860, lebih dari setengah juta imigran memasuki wilayah Australia, sehingga jumlah penduduk Australia pada tahun 1861 meningkat sampai lebih dari satu juta orang. Setelah berakhirnya masa gold rush, imigran yang datang ke Australia umlah juga cuku banyak, terutama wanita. Hal ini akhirnya meningkatkan jumlah penduduk secara alamiah setelah tahun 1861. Antara tahun 1862 dan tahun 1890 migrasi ke Australia juga relative tinggi, terutama wanita, keluarga, dan juga pekerja-pekerja terampil. Dalam 1870-an minat orang-orang Inggris untuk bermigrasi ke Australia juga sangat tinggi. Hal ini dikarenakan makin pendeknya jarak pelayaran akibat pembukaan Terusan Suez, dan juga semakin baiknya hubungan telekomunikasi sejalan dengan selesainya sambunga telegraf antara Australia dengan Inggris pada tahun 1872.
Selama Perang Dunia I, pertambahan penduduk di Australia tidak terlalu signifikan seperti tahun-tahun sebelumnya. Justru pada masa perang tersebut, jumlah penduduk Australia menurun dikarenakan banyak penduduk Australia yang dikirim ke medan peang untuk membantu tentara Inggris. Sehingga hal ini, membuat angka perkawinan menuru, demikian juga dengan angka kelahiran. Setelah tahun 1919, imigrasi ke Australia kembali mengalami peningkatan, dikarenakan Amerika menutup pintunya bagi migrasi besar-besaran. Antara tahun 1921 dan 1930, sekitar 300.000 imigran masuk ke Australia. Terjadinya depresi ekonomi, pada dasarnya membuat menururnnya angka migrasi ke Australia pada tahun 1930-an. Akan tetapi dengan adanya selogan Populate or Perish yang merupakan slogan umum di Australia pada awal 1940-an yang memperlihatkan penduduk yang begitu kecil dengan wilayahnya yang begitu luas membuat penduduk Australia berpikir bahwa hal tersebut membuat Australia rentan akan serangan dari luar dan juga akan sulit bagi Australia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Oleh karena itu, dibentuklah kementrian imigrasi, dimana tujuannya adalah untuk mendorong dan mengirganisasikan imigrasi sebagai sarana peningkatan jumlah penduduk negeri tersebut. Pemerintahan diselenggarakan oleh Partai Liberal di bawah Robert Menzies. Pada akhirnya dengan kebijakan tersebut, dalam waktu kurang dari 35 tahun kenaikan jumlah penduduk Australia mencapai 100% dan lebih dari 50% kenaikan tersebut dihasilkan oleh program imigrasi tersebut.
Kebijakan yang dikeluarkan tersebut merupakan gelombang kedua dari arus imigrasi tersebut. Walaupun pemerintah memperogramkan agar imigran yang masuk itu seharusnya dari Inggris, namun dalam gelombang ketiga ini Australia juga menerima imigran dari luar Inggris. Mereka berasal dari Eropa dan juga sekitar Laut Tengah. Terutama dengan menandatangani persetujuan dengan International Refugee Organization, membuat Australia menerika imigran-imigran yang berasal dari luar Inggris. Hasilnya Australia pun dipenuhi orang-orang yang berasal dari suku Aborigin saja dan Inggris saja, tetapi juga berasal dari Italia, Yunani, Yugoslavia, Belanda, Jerman, Polandia, Libanon, Austria, Hongaria, dan Malta.
Masyarakat Aborijin Sebagai Penduduk Asli Australia
Masyarakat pertama yang menghuni Australia sejak lama dikenal sebagai masyrakat asli Australia adalah masyarakat Aborijin. Aborijin sendiri dalam bahasa latinya adalah “aborigine” yang mempunyai arti “dari awal mula.” Orang-orang percaya bahwa, masyarakat Aborijin tersebut telah tinggal di Australia lebih dari 60.000 tahun. Masyarakat Aborijin itu sendiri diperkirakan datang dari Asia Tenggara pada zaman Es. Dimana, pada masa itu permukaan laut yang lebih rendah dan celah yang lebih sempit antara Indonesia dan juga Australia. Orang-orang Aborijin tersebut dipercaya tinggal di daerah lembang sungai dan daerah pantai yang subur, karena udaranya yang hangat. Cara hidup masyarakat Aborijin adalah berpindah-pindah, dimana mereka mengikuti musim untuk mencari tempat adanya makanan. Hal ini dikarenakan, pola hidup mereka yang memang mengembara. Mereka belum mengenal pertanian. Iklim dan lingkungan yang berbeda, sudah pasti akan menghasilkan makanan yang berbeda juga.
Satu kepercayaan bagi semua orang Aborigin adalah ‘Dreamtine’ (masa mimpi) atau ‘Dreaming’. Dreamtime ini adalah terjemahan konsep Aborigin yang kira-kira betul, karena tidak ada kata tepat dalam bahasa Inggris, atau bahasa lain. Setiap suku Aborigin ada kata sendiri untuk konsep Dreamtime, misalnya Tjukurpa untuk orang Pitjantjatjara, Aldjerinya untuk orang Arrente, dan Nguthuna untuk orang Adnyamathanha. Kata Dreaming tersebut diterima secara umum oleh orang Aborigin, karena sering ada wahyu atau petunjuk baik diberikan lewat mimpi. Dreaming bermaksud semua hal yang diketahui dan dimengerti. Konsep ini adalah cara yang dipakai orang Aborigin untuk menjelaskan hidupnya, dan bagaimana dunia dilahirkan. Memang Dreaming adalah pusat untuk kehidupan, kebudayaan dan kesenian orang Aborigin karena konsep itu menentukan kepercayaan, dan hubungannya dengan semua ciri-ciri dunia. Dreaming sering dijelaskan sebagai suatu masa, tetapi konsep waktu Eropa sebagai unit masa dulu kurang tepat untuk Dreaming. Dreaming bukan masa dahulu, tetapi sesuatu yang terus-menerus, dari mana orang berasal, di mana orang dibarukan, dan ke mana orang dikembalikan. Oleh karena itu, kesenian adalah suatu cara yang digunakan orang Aborigin untuk berkomunikasi dan memelihara kesatuan dengan Dreaming. Ketika orang mempertunjukkan sifat-sifat nenekmoyang Dreamingnya melalui tarian, musik dan lukisan serta ketika mereka memelihara tempat suci, jiwa nenekmoyangnya diperbarui dan dihormati.
Masyarakat Aborijin juga tidak mengenal adanya kelas. Mereka juga tidak mengenal pemilihan pemimpin, karena proses pemilihan mereka adalah berdasarkan garis keturunan. Kebudayaan dalam masyrakat Aborijin sangatlah kental. Mereka mengingat asal usu mereka melalui hikayat, lukisan (seperti yang ada di gua-gua), lagu, dan juga tarian. Kehidupan dipahami sebagai suatu siklus. Mereka percaya bahwa mereka adalah bagian dari suatu putaran (siklus) kehidupan di alam. Orang dan alam tercipta secara terus-menerus. Masyarakat yang dikenal sebagai penduduk Australia ini memiliki cirri-ciri fisik yang sangat membedakan mereka dengan masyrakat lainnya, yaitu Kulit berwarna coklat, rambut ikal bergelombang, muka dan tubuh ditumbuhi oleh bulu-bulu yang lebat, dahi sempit atau mundur, rongga mata dalam, alis mata menonjol, rahang menonjol, mulut lebar, tulang tengkorak tebal, tinggi badan rata-rata adalah 5 kaki dan 5/6 inci.
Kedatangan masyrakat Eropa ke Australia untuk bermigrasi ternyata justru menjadi permaslaha bagi masyarakat Aborijin. Para pendatang menganggap mereka adalah bangsa yang lebih pantas dan lebih pintar untuk menguasai wilayah Australia dibandingkan suku asli Australia yang dianggap bodoh oleh mereka. Anggapan seperti itu, pada akhirnya membuat penduduk asli Australia menjadi terpinggirkan atau tersingkirkan, dan menimbulkan masalah.
Tidak hanya itu, mereka dalam hal ini adalah masyarakat yang bermigrasi ke Australia juga menganggap bahwa tanah yang didiami suku aborigin sangat luas dan kosong, sehingga cocok untuk pertanian.
Masalah yang mulai timbul dengan adannya para pendatang dari Eropa, akhirnya menimbulkan diskriminasi bagi suku aborigin. Perlakuan yang dilakukan oleh bangsa Eropa sangatlah memprihatinkan, mereka memperlakukan aborigin seperti budak. Banyak suku aborigin yang bekerja sebagai pemandu, pembantu rumah tangga, pekerja pertanian dan penjaga peternakan. Tidak hanya itu, para anak-anak suku aborigin dipisahkan dari keluarganya secara paksa kemudian ditempatkan di panti asuhan untuk diputihkan, kemudian sebagian ada yang diasuh oleh si kulit putih sebagai pekerja atau pembantu, anak laki-laki dipungut untuk dijadikan pekerja yang mendapatkan upah di peternakan kecil ( Mereka dihukum berat ketika berbuat tidak salah atau sesuatu yang tidak menyenangkan. Masyrakat Aborijin tersebut diperlakukan sebagai warga negara kelas dua, dimana dikenal dengan “Outcast in White Australia”.
Pada dasarnya, kedatangan masyrakat Eropa yang mendiskriminasi mereka tidaklah hanya didiamkan saja oleh masyarakat Aborijin tersebut. Banyak perlawanan yang mereka lakukan, seperti konflik yang terjadi di Tasmania. Terjadinya konflik tersebut membuat Pemerintah colonial untuk menyatakan perang. Pada akhirnya hal ini membuat banyak orang Aborijin yang terbunuh. Populasi masyarakat Aborijin di Tasmania pun menurun dari kira-kira 6.000 orang pada tahun 1803 menjadi kira-kira 500 orang pada tahun 1830. Tidak hanya itu, perburuan terhadap orang Aborigin juga dilakukan sejak masa awal Australia-Eropa. Tujuan adalah merebut tanah-tanah kaum Aborigin, untuk dijadikan ladang pertanian dan peternakan para pendatang Eropa. Hanya saja, dengan jumlah suku Aborijin yang lebih dan semakin sedikir dari bangsa Eropa yang berdatngan, akhirnya membuat suku Aborijin tidak dapat berbuat banyak, dan lebih memilih untuk menyingkir ke hutan ataupun gunung.
Kedatangan masyarakat Eropa tersebut pada dasarnya juga memberikan dampak negate terhadap masyarakat Aborijin tersebut. Tidak hanya masalah masyarakat Eropa yang tidak suka dengan keberadaan masyarakat Aborijin tersebut, tetapi tanpa menindas masyarakat Aborijin tersebut, masyarakat Eropa juga telah memberikan dampak negatif terhadap masyrakat Aborijin tersebut, seperti:
Dampak kesehatan
Datangnya para imigran banyak yang membawa berbagai penyakit baru, yang dapat mematikan bagi suku aborigin.
Dampak sosial
Pudarnnya kebudayaan asli suku aborigin. Karena suku aborigin yang tidak mempunyai tempat tinggal dipaksa untuk tinggal diadaerah suaka dan terpencil. Dan pemerintah kolonial memfasilitasi kehidupan suku aborigin, seperti memberi pakaian dan makanan. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat aborigin dapat berprilaku seperti bangsa Eropa dan meninggalkan budaya asli dari aborigin.
Pola konsumsi berubah
Dengan adannya makanan yang baru ( gandum dan gula ), yang dibawa oleh pendatang, membuat suku aborigin sulit beradaptasi dengan bahan makanan tersebut, sehingga memburuknya kesehatan suku aborigin karena susku aborigin tidak terbiasa dengan makanan tersebut.
Dampak kebudayaan
Suku aborigin mulai kehilangan kebudayaan yang mereka miliki, hal ini dikarenakan telah adannya kebudayaan yang masuk dari bangsa Eropa, sehingga menyingkirkan kebudayaan asli Australia.
Masyarakat Aborijin juga banyak yang pengangguran, dimana lebih dari 40% pada tahun 1988 masyarakat Aborijin tidak memiliki pekerjaan.
Walaupun pada perkembangannya, terdapat peningkatan dalam tempat bagi warga Aborijjin untu menjadi tempat tinggal mereka, tetapi kondisi tempat tinggal mereka, terutama di Queensland dan juga daerah utara Australia bisa dikatakan berada dalam kondisi yang buruk.
Tingkat pengurungan yang tinggi bagi masyarakat Aborijin di Australia.
Kebijakan Australia Dalam Menaggapi Masyarakat Multikultural
Perjuangan masyarakat Aborijin sangatlah sulit. Pergerakan-pergerakan dilakukan untuk memperjuangkan nasib mereka dalam memperoleh keadilan dan melawan diskriminasi tersebut. Pergerakan masyarakat Aborijin dalam memperjuangkan keadilan pada dasarnya telah dimulai sejak kedatangan masyarakat Eropa pada tahun 1788, dimana mereka menginginkan adanya pemberian hak yang sama baik pada masyrakat kulit putih dan juga kepada mereka. Paling tidak mereka dapat merumuskan dan menjalankan hal-hal yang mereka butuhkan dan mereka inginkan, salah satunya adalah menjaga identitas mereka. Hanya saja, pada tahun-tahun awal tersebut masyrakat Aborijin sangalah kalah dibandingkan dengan masyrakat pendatang tersebut, baik dari segi jumlah dan juga kemampuan. Masyarakat pendatang tersebut jauh memiliki kekuasaan yang lebih besar dibandingkan dengan masyarakat Aborijin tersebut. Seperti pada tahun 1890, dimana paada masa itu didirika Serikat Buruh Australia, walaupun kebanyakan buruh dalam ndustru peternakan ataupun pengembala adalah buruh kulit hitam yaitu masyarakat Aborijin, akan tetapi tidak ada masyarakat Aborijin yang menjadi anggota Serikat Buruh tersebut. Begitu juga, dengan diadakannya UU Perlindungan Aborijin pada tahun 1890. Dimana UU ini memberikan hak atas penetapan gaji masyarakat Aborijin, hak atas pekerjaann bagi masyrakat Aborijin, dan hak untuk mengontrol rekeningnya di Bank. Akan tetapi, dengan UU ini juga masyarakat Aborijin diasingkan dengan cara dikumpulkan di suatu tempat yang dikontrol oleh orang-orang Kristen. Semakin kuatnya Serikat Buruh Australia pun pada akhirnya hanyalah ditujukan bagi masyarakat kulit putih.
Pergerakan pun terus berlanjut, dimana pada tahun 1922, dimana pada masa itu masyarakat Aborijin membentuk The Australian Aboriginal Progressive Association di New Sout Wales, akan tetapi pergerakan ini diharuskan bubar. Akhirnya pada tahun 1930, pergerakan ini dibentuk kembali dengan bentuk the Aborigines’ Progressive Association yang didukung oleh Serikat Buruh dan juga Partai Komunis. Di tahun 1932 masyarakat Aborijin juga mendirikan the Australian Aborigines League yang dibentuk di Melbourne oleh William Cooper yang bertujuan untuk mendapatkan keadilan bagi masyarakat Aborijin.Tidak hanya melalui pembentukan-pembentukan organisasi tersebut, masyrakat Aborijin juga banyak melakukan hal-hal, seperti salah satunya adalah pemogokan. Seperti pemogokan yang dilakukan oleh di Cummeragunja pada akhir tahun 1930an dan 1940an di Palm Island, Mogok kerja yang dilakukan di Pilbara pada tahun 1946, di Darwin mogok kerja juga dilakukan oleh masyarakat Aborijin pada tahun 1950 dan tahun 1951.
Menanggapi kondisi masyarakat yang sangat beragam. Dan juga ditambah pergerakan-pergerakan yang dilakukan masyarakat, dalam hal ini adalah masyrakat Aborijin, pemerintah Australia merasa perlu untuk membuat kebijakan yang dapat membentuk sebuah identitas“New Australia”, dimana seluruh masyarakatnya dapat bersatu menjadi kesatuan masyarakat. Konsep kebijakan asimilisai atau monokulturalisme pun dilakukan, dimana masyarakat yang berasal dari negara yang tidak memiliki latar belakang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasanya harus berintegrasi dengan kebudayaan Australia, yaitu berbahasa Inggris. Selain itu, melalui kebijakan tersebut, maka dibuatlah kelas khusus untuk para imigran agar dapat belajar menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasanya. Menurut Mentri Australia dari imigrasi pada tahun 1969, dikatakan bahwa “Australia must have a single culture . . . a monoculture with everyone living in the same way, understanding each other, and sharing the same aspirations. [Australian] don’t want pluralism”. Hal ini akhirnya menimbulkan efek dimana masyarakat yang bukan berasal dari Australia dan juga Inggris harus melupakan kebudayaannya dan mengadopsi kebudayaan cara hidup orang-orang Australia.Proses kebijakan asimilasi ini pada akhirnya membuat masyarakat yang tidak memiliki latar belakang bahasa Inggris memilih untuk bermigrasi ke tempat lain ataupun kembali ke negaranya. Hal ini juga berdampak pada masyarakat Aborijin, dimana masyarakat Aborijin yang tidak memiliki latar belakang bahasa Inggris sebagai bahasanya juga harus berasimilasi dengan masyakat Eropa atau meninggalkan masyarakat Aborijin itu sendiri. Hal ini akhirnya menimbulkan penurunan yang sangat drastis terhadap kondisi ekonomi masyarakat Australia yang akhirnya berdampak pada kondisi ekonomi Australia secara keseluruhan.
Dengan kerugian baik secara sosial dan juga ekonomi yang dialami oleh masyarakat dikarenakan kebijakan tersebut, akhirnya pada tahun 1972, pemerintahan Australian pun mencoba untuk mengambil langkah-langkan untuk mengubah kebijakannya tersebut agar masyarakat yang tidak memiliki latar belakang bahasa Inggris dapat mempertahankan identitas kebudayaannnya. Yang akhirnya pada tahun 1975, pemerintahan Australia pun mengambil langkan kebijakan multikulturalisme. Konsepnya berdasarkan sebuah kesatuan di dalam perbedaan. Dimana, dalam kebijakannya ini masyarakat diberikan kebebasan untuk tetap mempertahankan kebudayaannya dan juga bahasanya, tetapi juga belajar bahasa Inggris dan juga tentang Australia.
Pada dasarnya, pada tahun 1967 waktu suku Aborigin telah menerima hak untuk memberikan suara pada semua pemilihan Commonwealth, State dan Territory. Melalui perjuangannya untuk mencapai keadilan dan persamaan hak.Hal ini juga pada dasarnya juga didukung dengan keinginan pemerintah untuk menyatukan seluruh masyarakat Australian. Oleh karena itu, pada tahun 1991 dibentuklah Dewan Rekonsiliasi Aborigin yang bertujuan untuk mempromosikan proses Rekonsiliasi antara suku pribumi Australia dengan penduduk Australia lainnya. Tujuan dari proses Rekonsiliasi ini, adalah:
persatuan negara Australia yang menghormati tanah air kita; menghargai
warisan suku Aborigin dan Torres Strait Islander; dan memberi keadilan serta
persamaan hak pada semua orang.
Proses rekonsiliasi pun terus berlanjut, dimana pada tahun 1966 Parlemen Australia membuat pernyataan komitmen tentang persamaan hak bagi semua orang Australia. Ini termasuk komitmen dalam proses rekonsiliasi dengan suku Aborigin, khususnya dalam mengatasi kerugian sosial dan ekonomi mereka. Begitu juga pada tahun 2000, dimana pemerintah Australia dan semua bagian pemerintahan membuat komitmen untuk meneruskan dukungan mereka pada proses Rekonsiliasi dengan memperkecil kerugian yang dihadapi oleh suku pribumi Australia.
Upaya pemerintah Australia untuk menangani masalah melalui rekonsiliasi tersebut pun secara bertahap pun sudah mulai menunjukkan hasil pada masa, terutama pada masa pemerintahan Kevin Rudd. Perdana Menteri Kevin Rudd permohonan maaf kepada suku Aborigin atas segala penderitaan yang mereka alami selama dua abad terakhir. Perdana Menteri Australia yang baru ingin agar warga keturunan Aborigin tidak lagi merasa sebagai warga kelas dua dan mengejar ketinggalan mereka dari warga Australia lainnya. Selain itu, pemerintah Australia juga memberikan ijin resmi untuk bekerja. Dan memeberikan pendidikan kepada anak aborigin, seperti pendidikan yang diterima warga Australia kulit putih. Serta membiarkan anak-anak aborigin untuk tinggal bersama keluarganya. Tidak hanya itu saat ini pun hampir di seluruh universitas yang berada di Australia terdapat pusat aborigin.
Upaya pemerintah Australia untuk menangani masalah tersebut sudah mulai menunjukkan hasil pada masa pemerintahan Kevin Rudd. Perdana Menteri Kevin Rudd permohonan maaf kepada suku Aborigin atas segala penderitaan yang mereka alami selama dua abad terakhir. Perdana Menteri Australia yang baru ingin agar warga keturunan Aborigin tidak lagi merasa sebagai warga kelas dua dan mengejar ketinggalan mereka dari warga Australia lainnya. Selain itu, pemerintah Australia juga memberikan ijin resmi untuk bekerja, hal ini bisa dilihat dari kemajuan masyarakat Aborijin yang telah mulai berperan dalam posisi penting di Australia. Seperti, Pat O’Shane, yang merupakan masyarakat Aborijin dan merupakan seorang hakim, Kathy Freeman yang juga merupakan masyarakat Aborijin yang merupakan seorang pelari tingkat dunia mewakili Australia, Kelompok musisi Yothu Yindi yang merupakan kelompok music beranggotakan masyarakat Aborijin tersebut, Noel Peaeson yang merupakan ahli hukum terkenal di Australia, dan masih banyak lagi. Selain itu, pemerintah juga memberikan pendidikan kepada anak aborigin, seperti pendidikan yang diterima warga Australia kulit putih. Serta membiarkan anak-anak aborigin untuk tinggal bersama keluarganya, dan saat ini di hampir seluruh universitas yang berada di Australia terdapat pusat aborigin. Karena masyarakat Australia modern, ingin memperbaiki sikap mereka yang selama ini tidak adil kepada suku aborigin dan melestarikan budaya dan kesenian aborigin agar tidak hilang.
BAB III
KESIMPULAN
Proses imigrasi yang terjadi di Australia bisa dikatakan membuahkan sebuah ketidakstabilan dalam identitas masyarakat Aborijin. Hal ini pada dasarnya tidak hanya terjadi dalam masyarakat Aborijin saja, tetapi juga terjadi pada imigran-imigran yang berasal dari etnis-etnis lain di Australia. Akan tetapi, masyarakat Aborijin sebagai penduduk asli dan bisa dikatakan sebagai penduduk pertama yang telah menempati Australia jauh sebelum kedatangan para imigran tersebut, pada akhinya menerima dampak paling berat diantara masyarakat-masyarakat imigran lainnya. Dari penjelasan di atas, bisa disimpulkan bahwa dimana pada awalnya masyrakat Aborijin telah memiliki identitas yang stabil, pada masa kedatangan masyarakat Eropa yang bisa dikatakan lebih kuat, baik dari segi ilmu dan juga ketangkasannya membuat masyarakat Eropa memiliki kekuatan lebih untuk merebut apa yang pada awalnya merupakan milik dari masyarakat Aborijin tersebut. Dengan kekuasaan lebih yang dimiliki tersebut, masyarakat Eropa pun pada akhirnya membuat Australia sebagai negara yang berbahasa Inggris sebagai kesatuan negaranya. Perebutan, dan juga diskriminasi yang dilakukan oleh masyarkat Eropa, pada akhirnya pun membuat masyrakat Aborijin menjadi tersingkirkan dan harus berusaha membuat identitas baru sebagai bagian dari masyarakat Australia melalui kebijakan Asimilasi Australia. Tidak hanya pada masa kebijakan asimilasi tersebut, pada dasarnya dengan adanya kebijakan multilkulturalisme dan juga rekonsiliasi yang dilakukan oleh pemerintah Australia juga membuat masyarakat Aborijin dan juga imigran-imigran yang berasal dari luar Inggris juga harus membuat identitas baru, yaitu sebagai warga dari suatu negara dengan latar belakang bahasa Inggris. Walaupun begitu, masyrakat yang memiliki latar belakang negara ataupun suku yang tidak menggunakan bahasa inggris dalam kebijakan multikulturalisme tersebut tetaplah dihargai.
Akan tetapi, dengan kebijakan rekonsiliasi yang dibuat oleh pemerintah Australia pada akhirnya membuat suatu identitas multiculturalisme di Australia tersebut. Karena, dengan kebijakan tersebut dimulai dengan kebijakan multikulturalisme masyarakat Australia memiliki identitas sebagai bangsa Australia, tetapi di lain pihak mereka masih memiliki kesempatan untuk mempertahankan identitas aslinya, yaitu adalah daerah di mana mereka berasal. Hal ini menandakan bahwa salah satu jenis kebijakan politik suatu negara yang dijelaskan oleh Kymlicka, yaitu bahwa pemerintah telah sejak awal membentuk negara tersebut dengan kebangsaan yang berbeda dan bersifat multicultural merupakan kebiajakn yang diterapkan di Australia. Selain itu, melalui rekonsiliasi tersebut, diskriminasi antar etnis pun pada akhirnya akan terselesaikan karena setiap etnis memiliki suara dan memiliki hak yang sama dengan masyarakat dari etnis lainnya. Walaupun, tetap saja hal tersebut didapatkan seluruh masyrakat Australia terutama masyarakat Aborijin dengan usaha dan perjuangan yang keras.
DAFTAR PUSTAKA
Siboro, Drs. J,1989. Sejarah Australia. Bandung: Penerbit Tarsito,
Bennet, Raymond. 1976. Australian Society And Government, 3rd Edition. Australia : Macarthur Press
Arthur, John. Identity and Multicultural Politics. dari DiktaT Mata Kuliah Masalah-masalah Identitas Dalam Globalisasi
Bahan Internet
http://www.immi.gov.au/living-in-australia/help-with-english/learn english/client/amep_citz_fs/indonesian/indonesian_fs2.pdf,
http://www.petra.ac.id/asc/people/immigrants/,
http://archive.aawl.org.au/documents/pdf/our_mixed_history_indonesian_mar_99.pdfOrang
http://www.dfat.gov.au/aii/publications/_lib/pdf/Chapter04.pdf
http://www.imponk.web.id/category/kolom
http://www.aboriginalart.com.au,
http://www.aboriginalart.com.au
http://www.dfat.gov.au/aii/publications/_lib/pdf/Chapter04.pdf,
http://interseksi.org/download/makalah_fedyani.pdf,
http://my.opera.com/Putra%20Pratama/show.dml/2743875