Minggu, 29 Juni 2014

Tugas IBD 4: Perubahan Berbudaya (Perilaku)

PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP PERILAKU REMAJA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang
Dewasa ini, perubahan zaman membawa dampak bagi seluruh Negara. Dengan adanya perubahan zaman, pola pikir manusiapun ikut berubah. Perubahan zaman membawa dampak positif maupun negatif. Perubahan ini terjadi karena adanya perubahan Globalisasi.
Globalisasi adalah kecenderungan umum terintegrasinya kehidupan masyarakat domestik/lokal ke dalam kemunitas global di berbagai bidang. Akibat adnya Era Globalisasi membawa pengaruh kepada seluruh aspek, baik dari segi Pendidikan, Ekonomi, Sosial, IPTEK, bahkan moral anak remaja pun mengalami perubahan. Hal yang sangat mengguncangkan bagi seluruh Negara adala masalah perekonomian. Tetapi di Indonesia tidak hanya itu, krisis moral anak remajapun sangat memprihatinkan.
Moral atau perilaku anak remaja di Indonesia mengalami perubahan karena adanya pengaruh dari Negara luar yang dibawa ke Indonesia. Itu semua langsung disegrap begitu saj tanpa memikirkan atau memilah perilaku yang seharusnya di ambil oleh anak remaja di Indonesia.
Dahulu, moral anak Indonesia bisa diacungkan jempol. Dilihat dari tatakramanya, sopan santun dan tutur bahasanya yang baik. Tetapi kini, moral atau perilaku anak remaja di Indonesia sangat memprihatinkan. Banyak sekali perilaku-perilaku menyimpang yang kian marak terjadi di Indonesia. Penyimpangan-penyimpangan tersebut sebagian besar dilakukan atau dialami oleh anak remaja. Penyimpagan yang dilakukan biasaya seperti, free sex, narkoba, dan lain-lain. Kejadian itu sangat memprihatinkan bagi bangsa Indonesia karena anak remaja itu merupakan generasi penerus bangsa. Bagaimana jadinya jika generasi penerus itu memiliki perilaku yang jelek bahhkan tidak baik?.
1.2   Rumusan Masalah
Adapaun rumus masalah dalam makalah ini yaitu:
a.    Apa pengertian Globalisasi?
b.    Dampak apa saja yang terjadi akibat globalisaasi?
c.    Bagaimana pengaruhnya terhadap suatu perilaku?
d.   Apa yang dimaksud dengan perilaku menyimpang?
e.    Apa saja jenis-jenis perilaku menyimpang?
f.     Bagaimana akibatnya jika seseorang melakukan perilaku menyimpang?
g.    Bagaimana peran orang tua dalam mencegah terjadinya perilaku menyimpang?
1.3   Tujuan Penulisan
Tujuaan kami mengambil judul makalah ini yaitu:
a.       Mengetahui dampak dari globalisasi
b.      Mengetahui contoh-contoh perilaku menyimpang
c.       Bisa mendefinisikan penyebab dari perilaku menyipang
d.      Dapat menguraikan akibat perilaku menyimpang pada remaja
e.       Mengetahui peran orang tua dalam menanggulani perilaku menyimpang anak remaja
f.       Solusi untuk meredakan maraknya perilaku menyimpang
1.4   Metode Penulisan
Metode yang kami gunakan dalam penulisan makalah ini yaitu dengan menggunakan study pustaka dan situs web.
1.5   Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN
     1.1 Latar Belakang Masalah
1.2                 Tujuan Masalah
1.3                 Rumusan Masalah
1.4                 Metode Penulisan
1.5                 Sistematika Penulisan

BAB II KAJIAN TEORI
2.1  Pengertian Globalisasi
2.2  Definisi dan Teori Globalisasi
2.3  Ciri Globalisasi
2.4  Pengertian Perilaku
2.5  Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Manusia
2.6  Perilaku Menyimpang
2.7  Ciri-ciri Perilaku Menyimpang
2.8  Penyebab terjadinya Perilaku Menyimpang
2.9  Bentuk-bentuk Perilaku Menyimpang

BAB III PERILAKU MNEYIMPANG ANAK REMAJA DI ERA  GLOBALISASI
3.1 Akibat dari Perilaku Menyimpang
3.2 Peran Orang Tua terhadap Pergaulan Masa Kini
3.3 Upaya-uapaya agar Terhindar dari Perilaku Menyimpang

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2Saran



  BAB II
KAJIAN TEORI
2.1  Pengertian Globalisasi
Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat. Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama
Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit.
2.2  Definisi dan Teori Globalisasi
2.2.1 Definisi Globalisasi
A. Globalisasi menurut Ahmad Suparman
Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah.
B.  lobalisasi menurut Scholte
Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
       Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain.
       Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
       Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
       Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
       Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.
2.2.2  Teori globalisasi
Cochrane dan Pain menegaskan bahwa dalam kaitannya dengan globalisasi, terdapat tiga posisi teoritis yang dapat dilihat, yaitu:
       Para globalis percaya bahwa globalisasi adalah sebuah kenyataan yang memiliki konsekuensi nyata terhadap bagaimana orang dan lembaga di seluruh dunia berjalan. Mereka percaya bahwa negara-negara dan kebudayaan lokal akan hilang diterpa kebudayaan dan ekonomi global yang homogen. meskipun demikian, para globalis tidak memiliki pendapat sama mengenai konsekuensi terhadap proses tersebut.
       Para globalis positif dan optimistis menanggapi dengan baik perkembangan semacam itu dan menyatakan bahwa globalisasi akan menghasilkan masyarakat dunia yang toleran dan bertanggung jawab.
       Para globalis pesimis berpendapat bahwa globalisasi adalah sebuah fenomena negatif karena hal tersebut sebenarnya adalah bentuk penjajahan barat (terutama Amerika Serikat) yang memaksa sejumlah bentuk budaya dan konsumsi yang homogen dan terlihat sebagai sesuatu yang benar dipermukaan. Beberapa dari mereka kemudian membentuk kelompok untuk menentang globalisasi (antiglobalisasi).
       Para tradisionalis tidak percaya bahwa globalisasi tengah terjadi. Mereka berpendapat bahwa fenomena ini adalah sebuah mitos semata atau, jika memang ada, terlalu dibesar-besarkan. Mereka merujuk bahwa kapitalisme telah menjadi sebuah fenomena internasional selama ratusan tahun. Apa yang tengah kita alami saat ini hanyalah merupakan tahap lanjutan, atau evolusi, dari produksi dan perdagangan kapital.
       Para transformasionalis berada di antara para globalis dan tradisionalis. Mereka setuju bahwa pengaruh globalisasi telah sangat dilebih-lebihkan oleh para globalis. Namun, mereka juga berpendapat bahwa sangat bodoh jika kita menyangkal keberadaan konsep ini. Posisi teoritis ini berpendapat bahwa globalisasi seharusnya dipahami sebagai "seperangkat hubungan yang saling berkaitan dengan murni melalui sebuah kekuatan, yang sebagian besar tidak terjadi secara langsung". Mereka menyatakan bahwa proses ini bisa dibalik, terutama ketika hal tersebut negatif atau, setidaknya, dapat dikendalikan.
2.3  Ciri Globalisasi
Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di dunia.
a.       Perubahan dalam Konstantin ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang seperti telepon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi demikian cepatnya, sementara melalui pergerakan massa semacam turisme memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda.
Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO).
c.        Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan.
d.       Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional, inflasi regional dan lain-lain.
Kennedy dan Cohen menyimpulkan bahwa transformasi ini telah membawa kita pada globalisme, sebuah kesadaran dan pemahaman baru bahwa dunia adalah satu. Giddens menegaskan bahwa kebanyakan dari kita sadar bahwa sebenarnya diri kita turut ambil bagian dalam sebuah dunia yang harus berubah tanpa terkendali yang ditandai dengan selera dan rasa ketertarikan akan hal sama, perubahan dan ketidakpastian, serta kenyataan yang mungkin terjadi. Sejalan dengan itu, Peter Drucker menyebutkan globalisasi sebagai zaman transformasi sosial.
2.4  Pengertian Perilaku
Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan/atau genetika.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia perilaku menyimpang diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan seseorang terhadap lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di dalam masyarakat.
Perilaku seseorang dikelompokkan ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat diterima, perilaku aneh, dan perilaku menyimpang. Dalam sosiologi, perilaku dianggap sebagai sesuatu yang tidak ditujukan kepada orang lain dan oleh karenanya merupakan suatu tindakan sosial manusia yang sangat mendasar. Perilaku tidak boleh disalah artikan sebagai perilaku sosial, yang merupakan suatu tindakan dengan tingkat lebih tinggi, karena perilaku sosial adalah perilaku yang secara khusus ditujukan kepada orang lain. Penerimaan terhadap perilaku seseorang diukur relatif terhadap norma sosial dan diatur oleh berbagai kontrol sosial. Dalam kedokteran perilaku seseorang dan keluarganya dipelajari untuk mengidentifikasi faktor penyebab, pencetus atau yang memperberat timbulnya masalah kesehatan. Intervensi terhadap perilaku seringkali dilakukan dalam rangka penatalaksanaan yang holistik dan komprehensif.
Dalam kehidupan masyarakat, semua tindakan manusia dibatasi oleh aturan (norma) untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat. Namun demikian di tengah kehidupan masyarakat kadang-kadang masih kita jumpai tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan aturan (norma) yang berlaku pada masyarakat, misalnya seorang siswa menyontek pada saat ulangan, berbohong, mencuri, dan mengganggu siswa lain.
2.5  Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Manusia
Genetika
Sikap - adalah suatu ukuran tingkat kesukaan seseorang terhadap perilaku tertentu.
Norma sosial - adalah pengaruh tekanan sosial.
Kontrol perilaku pribadi - adalah kepercayaan seseorang mengenai sulit tidaknya melakukan suatu perilaku.
2.6  Perilaku Menyimpang
Penyimpangan terhadap norma-norma atau nilai-nilai masyarakat disebut deviasi (deviation), sedangkan pelaku atau individu yang melakukan penyimpangan disebut devian (deviant). Kebalikan dari perilaku menyimpang adalah perilaku yang tidak menyimpang yang sering disebut dengan konformitas. Konformitas adalah bentuk interaksi sosial yang di dalamnya seseorang berperilaku sesuai dengan harapan kelompok.
2.6.1  Pengertian Perilaku Menyimpang
Ada beberapa defenisi perilaku menyimpang, yang diajukan oleh beberapa Sosiolog. Antara lain :
a.     J James Vander Zanden
Perilaku meyimpang : Perilaku yang dianggap sebagai hal tercela dan di luar batas-batas toleransi oleh sejumlah besar orang.
b.    J Robert M. Z. Lawang
Perilaku menyimpang : semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial (masyarakat) dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang untuk memperbaiki hal tersebut.
c.     J Bruce J. Cohen
Perilaku menyimmpang : Setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri ( tidak bisa bersosialisasi/beradaptasi ) dengan kehendak-kehendak masyarakat.
d.    J Paul B. Horton
Perilaku menyimpang : setiap perilaku yang dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat
2.7  Ciri-ciri Perilaku Menyimpang
Menurut Paul B. Horton perilaku menyimpang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
Penyimpangan harus dapat didefinisikan. Perilaku dikatakan menyimpang atau tidak harus bisa dinilai berdasarkan kriteria tertentu dan diketahui penyebabnya.
Penyimpangan bisa diterima bisa juga ditolak. Perilaku menyimpang tidak selamanya negatif, ada kalanya penyimpangan bisa diterima masyarakat, misalnya wanita karier. Adapun pembunuhan dan perampokan merupakan penyimpangan sosial yang ditolak masyarakat.
Penyimpangan relatif dan penyimpangan mutlak. Semua orang pernah melakukan perilaku menyimpang, akan tetapi pada batas-batas tertentu yang bersifat relatif untuk semua orang. Dikatakan relatif karena perbedaannya hanya pada frekuensi dan kadar penyimpangan. Jadi secara umum, penyimpangan yang dilakukan setiap orang cenderung relatif. Bahkan orang yang telah melakukan penyimpangan mutlak lambat laun harus berkompromi dengan lingkungannya.
Penyimpangan terhadap budaya nyata ataukah budaya ideal. Budaya ideal adalah segenap peraturan hukum yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat. Akan tetapi pada kenyataannya tidak ada seorang pun yang patuh terhadap segenap peraturan resmi tersebut karena antara budaya nyata dengan budaya ideal selalu terjadi kesenjangan. Artinya, peraturan yang telah menjadi pengetahuan umum dalam kenyataan kehidupan sehari-hari cenderung banyak dilanggar.
Terdapat norma-norma penghindaran dalam penyimpangan. Norma penghindaran adalah pola perbuatan yang dilakukan orang untuk memenuhi keinginan mereka, tanpa harus menentang nilai-nilai tata kelakukan secara terbuka. Jadi norma-norma penghindaran merupakan bentuk penyimpangan perilaku yang bersifat setengah melembaga.
Penyimpangan sosial bersifat adaptif (menyesuaikan). Penyimpangan sosial tidak selamanya menjadi ancaman karena kadang-kadang dapat dianggap sebagai alat pemikiran stabilitas sosial.
2.8  Penyebab Terjadinya Perilaku Menyimpang
Menurut Wilnes dalam bukunya Punishment and Reformation sebab-sebab penyimpangan/kejahatan dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
Faktor subjektif adalah faktor yang berasal dari seseorang itu sendiri (sifat pembawaan yang dibawa sejak lahir).
Faktor objektif adalah faktor yang berasal dari luar (lingkungan). Misalnya keadaan rumah tangga, seperti hubungan antara orang tua dan anak yang tidak serasi.
Untuk lebih jelasnya, berikut diuraikan beberapa penyebab terjadinya penyimpangan seorang individu (faktor objektif), yaitu
Ketidaksanggupan menyerap norma-norma kebudayaan. Seseorang yang tidak sanggup menyerap norma-norma kebudayaan ke dalam kepribadiannya, ia tidak dapat membedakan hal yang pantas dan tidak pantas. Keadaan itu terjadi akibat dari proses sosialisasi yang tidak sempurna, misalnya karena seseorang tumbuh dalam keluarga yang retak (broken home). Apabila kedua orang tuanya tidak bisa mendidik anaknya dengan sempurna maka anak itu tidak akan mengetahui hak dan kewajibannya sebagai anggota keluarga.
Proses belajar yang menyimpang. Seseorang yang melakukan tindakan menyimpang karena seringnya membaca atau melihat tayangan tentang perilaku menyimpang. Hal itu merupakan bentuk perilaku menyimpang yang disebabkan karena proses belajar yang menyimpang. Misalnya, seorang anak yang melakukan tindakan kejahatan setelah melihat tayangan rekonstruksi cara melakukan kejahatan atau membaca artikel yang memuat tentang tindakan kriminal. Demikian halnya karier penjahat kelas kakap yang diawali dari kejahatan kecil-kecilan yang terus meningkat dan makin berani/nekad merupakan bentuk proses belajar menyimpang. Hal itu juga terjadi pada penjahat berdasi putih (white collar crime) yakni para koruptor kelas kakap yang merugikan uang negara bermilyar- milyar. Berawal dari kecurangan-kecurangan kecil semasa bekerja di kantor/mengelola uang negara, lama kelamaan makin berani dan menggunakan berbagai strategi yang sangat rapi dan tidak mengundang kecurigaan karena tertutup oleh penampilan sesaat.
Ketegangan antara kebudayaan dan struktur sosial. Terjadinya ketegangan antara kebudayaan dan struktur sosial dapat mengakibatkan perilaku yang menyimpang. Hal itu terjadi jika dalam upaya mencapai suatu tujuan seseorang tidak memperoleh peluang, sehingga ia mengupayakan peluang itu sendiri, maka terjadilah perilaku menyimpang. Misalnya jika setiap penguasa terhadap rakyat makin menindas maka lama-kelamaan rakyat akan berani memberontak untuk melawan kesewenangan tersebut. Pemberontakan bisa dilakukan secara terbuka maupun tertutup dengan melakukan penipuan-penipuan/pemalsuan data agar dapat mencapai tujuannya meskipun dengan cara yang tidak benar. Penarikan pajak yang tinggi akan memunculkan keinginan memalsukan data, sehingga nilai pajak yang dikenakan menjadi rendah. Seseorang mencuri arus listrik untuk menghindari beban pajak listrik yang tinggi. Hal ini merupakan bentuk pemberontakan/perlawanan yang tersembunyi.
Ikatan sosial yang berlainan. Setiap orang umumnya berhubungan dengan beberapa kelompok. Jika pergaulan itu mempunyai pola-pola perilaku yang menyimpang, maka kemungkinan ia juga akan mencontoh pola-pola perilaku menyimpang.
Akibat proses sosialisasi nilai-nilai sub-kebudayaan yang menyimpang. Seringnya media massa menampilkan berita atau tayangan tentang tindak kejahatan (perilaku menyimpang) menyebabkan anak secara tidak sengaja menganggap bahwa perilaku menyimpang tersebut sesuatu yang wajar. Hal inilah yang dikatakan sebagai proses belajar dari sub-kebudayaan yang menyimpang, sehingga terjadi proses sosialisasi nilai-nilai sub-kebudayaan menyimpang pada diri anak dan anak menganggap perilaku menyimpang merupakan sesuatu yang wajar/biasa dan boleh dilakukan.
2.9  Bentuk-bentuk Perilaku Menyimpang
Bentuk-bentuk perilaku menyimpang dapat dibedakan menjadi dua, sebagai berikut.
a.    Bentuk penyimpangan berdasarkan sifatnya dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
1.         Penyimpangan bersifat positif. Penyimpangan bersifat positif adalah penyimpangan yang mempunyai dampak positif terhadap sistem sosial karena mengandung unsur-unsur inovatif, kreatif, dan memperkaya wawasan seseorang. Penyimpangan seperti ini biasanya diterima masyarakat karena sesuai perkembangan zaman. Misalnya emansipasi wanita dalam kehidupan masyarakat yang memunculkan wanita karier.
2.         Penyimpangan bersifat negatif. Penyimpangan bersifat negatif adalah penyimpangan yang bertindak ke arah nilai-nilai sosial yang dianggap rendah dan selalu mengakibatkan hal yang buruk. Bobot penyimpangan negatif didasarkan pada kaidah sosial yang dilanggar. Pelanggaran terhadap kaidah susila dan adat istiadat pada umumnya dinilai lebih berat dari pada pelanggaran terhadap tata cara dan sopan santun. Bentuk penyimpangan yang bersifat negatif antara lain sebagai berikut:
a)    Penyimpangan primer (primary deviation). Penyimpangan primer adalah penyimpangan yang dilakukan seseorang yang hanya bersifat temporer dan tidak berulang-ulang. Seseorang yang melakukan penyimpangan primer masih diterima di masyarakat karena hidupnya tidak didominasi oleh perilaku menyimpang tersebut. Misalnya, siswa yang terlambat, pengemudi yang sesekali melanggar peraturan lalu lintas, dan orang yang terlambat membayar pajak.
b)   Penyimpangan sekunder (secondary deviation). Penyimpangan sekunder adalah perilaku menyimpang yang nyata dan seringkali terjadi, sehingga berakibat cukup parah serta menganggu orang lain. Misalnya orang yang terbiasa minum-minuman keras dan selalu pulang dalam keadaan mabuk, serta seseorang yang melakukan tindakan pemerkosaan. Tindakan penyimpangan tersebut cukup meresahkan masyarakat dan mereka biasanya di cap masyarakat sebagai “pencuri”, “pemabuk”, "penodong", dan "pemerkosa". Julukan itu makin melekat pada si pelaku setelah ia ditangkap polisi dan diganjar dengan hukuman.
b.    Bentuk penyimpangan berdasarkan pelakunya, yaitu sebagai berikut :
1.         Penyimpangan individual (individual deviation)
Penyimpangan individual adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang menyimpang dari norma-norma suatu kebudayaan yang telah mapan. Misalnya, seseorang bertindak sendiri tanpa rencana melaksanakan suatu kejahatan, seperti: mencuri, menodong, dan memeras. Penyimpangan individu berdasarkan kadar penyimpangannya dibagi menjadi lima, yaitu sebagai berikut.
a)      Pembandel yaitu penyimpangan yang terjadi karena tidak patuh pada nasihat orang tua agar mengubah pendiriannya yang kurang baik.
b)      Pembangkang yaitu penyimpangan yang terjadi karena tidak taat pada peringatan orang-orang.
c)      Pelanggar yaitu penyimpangan yang terjadi karena melanggar norma-norma umum yang berlaku dalam masyarakat.
d)     Perusuh atau penjahat yaitu penyimpangan yang terjadi karena mengabaikan norma-norma umum, sehingga menimbulkan kerugian harta benda atau jiwa di lingkungannya.
e)      Munafik yaitu penyimpangan yang terjadi karena tidak menepati janji, berkata bohong, mengkhianati kepercayaan, dan berlagak membela.



BAB III
PERILAKU MENYIMPANG ANAK REMAJA DI ERA GLOBALISASI

3.1 Akibat dari Perilaku Menyimpanng
Akibat yang dilakukan jika kita melakukan perilaku menyimpang diantaranya,
1.      Dikucilkan dari masyarakat
2.      Terkena berbagai macam penyakit dari perilaku menyimpang, mislnya AIDS, Kanker Serviks. Ini disebabkan karena perilaku menyimpang pada perilaku seks.
3.      Masa depan akan menjadi suram karena terpuruknya moral kita.
3.2  Peran Orang Tua terhadap Pergaulan Masa Kini
Mendidik dan mendewasakan anak adalah tugas dan tanggung jawab orang tua yang sudah menjadi suatu naluri atau instink (animal instinc), karena proses keberadaan sang anak serta pembentukkan sifat dan karakternya semua terpulang pada orang tua. Orang tua adalah panutan dan tauladan yang selalu dijumpai anak pada setiap waktu dan kesempatan dalam keluarga. Dan orang tua merupakan kunci strategi dalam mengatasi segala masalah yang dihadapi oleh sang anak.
Cinta orang tua adalah penguatan tanpa syarat terhadap hidup dan kebutuhan anak. Penguatan (afermasi) hidup anak mempunyai segi :
Perhatian
Tanggung jawab
Cinta kasih orang tua tidak hanya sekedar menghadirkan anak ke dunia saja, tetapi pemeliharaan dan pendewasaan yang bersifat paripurna dan sempurna, termasuk di dalamnya kemampuan untuk beradaptasi dan berakselarasi dengan lingkungan yang berhubungan dengan norma dan ketrampilan hidup.
Di dalam keluarga, tugas pokok orang tua adalah mendidik dan mendewasakan anak-anaknya agar menjadi orang-orang yang berguna dan berakhlak mulia. Orang tua tidak hanya berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan jasmani, tetapi juga kebutuhan rohani, perhatian, kasih sayang dan komunikasi yang baik.
Keluarga adalah pilihan yang tepat untuk membicarakan masalah yang dihadapi anak (remaja putri) sehubungan dengan pertumbuhan dan perkembangannya. Orang tua mempunyai andil dan peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas hidup remaja putri dengan cara mengarahkan dan membimbing sikap dan perilaku, mengenal kepribadian dan watak anak, mampu menciptakan suasana yang menyenangkan dalam membina hubungan yang akrab antara orang tua dan anak. Untuk itu orang tua dituntut harus dapat menjalankan fungsi dan perannya dengan baik sehingga anak tidak terjerumus kepada hal-hal yang tidak diinginkan.
Peran orang tua dalam hal ini adalah :
Sebagai panutan
Orang tua harus menjadi suri teladan atau memberi contoh yang baik, dari hal sikap dan perilaku sehari-hari bagi anak-anaknya. Dengan demikian, anak-anak dapat bersikap dan berperilaku sesuai dengan norma agama dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
Sebagai perawat dan pelindung
Orang tua mempunyai tugas merawat kebersihan, kesehatan serta mempersiapkan kebutuhan anak sehari-hari seperti makan, pakaian dan lain-lain. Orang tua diharapkan mampu mengayomi terutama di saat anak menghadapi kesulitan sehingga anak akan merasa aman, tenteram dan senang hidup bersama keluarga.
Sebagai pendidik dan sumber informasi
Fungsi orang tua sebagai pendidik dalam keluarga adalah yang pertama dan utama, karena orang tua adalah orang yang paling dekat dan penuh tanggung jawab terhadap proses pendidikan anak sejak dari kandungan hingga usia dewasa. Selain sebagai pendidik dalam keluarga, orang tua juga harus berfungsi sebagai sumber informasi/pengetahuan yang baik dan benar bagi anak.
Sebagai pengarah dan pembatas
Orang tua harus mempu mengarahkan sikap, tingkah laku, dan cita-cita anak, demi masa depan yang baik bagi dirinya maupun keluarga. Disamping itu pula, orang tua harus mampu sebagai pembatas sikap dan perilaku agar anak tidak terjerumus pada situasi yang tidak baik (kenakalan remaja).
Sebagai teman dan penghibur
Pada umunya remaja tidak ingin dianggap anak-anak lagi, mereka ingin diperlakukan sebagai pribadi yang utuh. Untuk itu orang tua harus dapat berperan sebagai teman baik dalam senang maupun susah, juga mampu menjadi penghibur di saat anak-anak kecewa.
Sebagai pendorong
Dalam menghadapi masa peralihan menuju dewasa, kadang-kadang remaja memerlukan dorongan dan semangat dari orang tua terutama di saat mengalami kegagalan. Dengan dorongan dan semangat dari orang tua, remaja akan lebih merasa percaya diri dan pantang menyerah terhadap segala bentuk kesulitan.
Hal-hal yang harus difahami dan diperhatikan oleh orang tua dalam membina remaja putri, antara lain :
Bagaimana pola asuh
Bagaimana konsep diri yang sehat
Bagaimana ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan remaja serta pergaulan remaja dan tahu membatasi pergaulan bebas yang dapat menjerumuskan anak kepada hal-hal yang tidak diinginkan
bagaimana orang tua dapat menjelaskan akibat dari pergaulan bebas antara pria dan wanita
Bagaimana kebutuhannya
Bagaimana menanam rasa percaya diri
Bagaimana memberi penghargaan
Bagaimana kemandiriannya
Apabila orang tua dapat mengetahui dan menjalankan fungsi dan perannya dengan baik sebagai pendidik dalam keluarga, maka remaja putri dapat terhindar dari pengaruh buruk dan hal-hal yang tidak diinginkan.
3.3 Upaya-upaya Agar Terhindar dari Perilaku Menyimpang
Upaya-uapaya agar terhindar dari perilaku menyimpang yaitu:
Adanya motivasi dari keluarga, guru, maupun teman sebaya.
Remaja pandai memilih teman dan lingkungan yang baik
Remaja membentuk ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh
Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak mungkin figure orang-orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya dengan baik.


BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dengan adanya peruabahn globalisasi di dunia ini, maka akan mempengaruhi perilaku anak remaja masa kini. Tidak hanya dari dalam saja pengaruh itu datang, tetapi dari luarpun lebih mempengaruhi. Kebanyakan pengaruh yang di ambil adalah perilaku negative dari luar yang di bawa ke Negara ini. Sehingga menyebabkan moral anak remaja menjadi buruk.
Akibat dari perilaku menyimpang bisa di dapatkan dari media yang di lihat maupun yang di dengar. Perlu adanya bimbingan dari orang tua, guru maupun teman supaya tidak terjerumus kepada hal-hal yang menyimpang. Akibat dari perilaku menyimpang tersebut sangat berpengaruh kepada masa depan anak.
Upaya yang dilakukan agar anak remaja terhindar dari perilaku menyimpang yaitu, Adanya motivasi dari keluarga, guru, maupun teman sebaya, remaja pandai memilih teman dan lingkungan yang baik, remaja membentuk ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh, remaja harus bisa mendapatkan sebanyak mungkin figure orang-orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya dengan baik.
4.2 Saran
Kami sebagai penulis menyarankan kepada semua pihak agar bisa memilah dan milih sifat-sifat yang di adopsi dari luar di ambil dari segi positifnya saja. Apabila kita mengadopsi perilaku yang jelek maka akan berakibat fatal bagi kita. Selain itu juga, perlu adanya saling memperingati antara satu sama lain supaya kita tidak terjerumus kepada hal-hal yang menyimpang di era globalisasi ini.


DAFTAR PUSTAKA
http://www.bioman-smaitnurhidayah.co.cc/2009/03/pengaruh-globalisasi-terhadap preilaku.html
http://wapedia.mobi/id/Perilaku_manusia
http://www.idonbiu.com/2009/05/bentuk-bentuk-penyimpangan-sosial-di.html
http://sosiologismadapareschool.blogspot.com/2009/01/perilaku-menyimpang_15.html
http://community.gunadarma.ac.id/blog/view/id_3333/title_perilaku-menyimpang/
http://id.wikipedia.org/wiki/Perilaku_menyimpang
http://nikilauda2810.wordpress.com/2008/08/21/faktor-perilaku-menyimpang/
http://mytanuraisah.blogspot.com/2011/07/pengaruh-globalisasi-terhadap-perilaku.html

Tugas IBD 3: Konflik Antar Suku

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mayoritas negara-negara di dunia memiliki lebih dari satu etnis maupun kebudayaan yang melebur dalam satu negara. Suatu negara dapat memiliki etnis lebih dari 1 atau terkadang jumlahnya bisa sangat banyak. Dengan banyaknya etnis yang dimiliki dalam suatu negara tersebut, maka pemerintah dalam hal ini harus menyatukan seluruh etnis tersebut dalam satu kesatuan, baik menyamakan semua kebudayaan tersebut, ataukah tetap membiarkan kebudayaan-kebudayaan tersebut berdiri sendiri-sendiri dalam negaranya. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya konflik di negara tersebut.
Hanya saja, terkadang konflik antar etnis tidaklah dapat dihindari. Adanya kecemburuan ataupun keinginan untuk melebihi etnis yang lain membuat pada akhirnya konflik antar etnis tersebut tidak dapat dihindari. Salah satu contohnya adalah negara Australia. Dimana dengan kedatangan masyarakat Eropa, dan membuat masyarakat mereka menjadi masyarakat multicultural, menjadikan negara tersebut memiliki banyak konflik yang terjadi antara masyarakat kulit putih dengan masyrakat Aborijin yang notabene merupakan masyarakat kulit hitam. Konflik tersebut tidak dapat dihindari,dan sampai menyebabkan kematian sebagian besar masyrakat Aborijin tersebut. Salah satu contohnya adalah, konflik yang terjadi di Tasmania pada tahun 1820 sebanyak 1.200 orang dibantai oleh masyrakat kulti putih.
Konflik-konflik yang terjadi di Australia tersebut pada dasarnya tidak hanya terjadi di Australia saja. Banyak konflik yang terjadi baik dikarenakan adanya perbedaan etnis, budaya, dan terkadang agama. Perbedaan agama sebagai dasar dalam timbulnya sebuah konflik salah satu contohnya terjadi di Indonesia beberapa tahun yang lalu. Hal ini tentu saja akan menjadi tantangan bagi pemerintah suatu negara untuk mengambil kebijakan dan mencari solusi untuk menyelesaikan konflik antar etnis tersebut dan berusaha agar konflik-konflik tersebut tidak akan terulang lagi.
Dalam makalah ini, penulis menggunakan multikulturalisme masyarakat Australia untuk menjelaskan proses dari munculnya multikulturalisme tersebut, yang akhirnya akan memperlihatkan konflik-konflik yang bermunculan untuk pada akhirnya terdapat solusi untuk menyamakan dan menyelasikan konflik-konflik tersebut.

Rumusan Masalah
Dalam makalah ini terdapat dua pertanyaan yang hendak dijawab oleh penulis, yaitu
Bagiaman proses imigrasi memperngaruhi identitas  budaya suatu etnis?
Identitas apakah yang dibagun oleh masyarakat Australia ?

Kerangka Konsep

Multikulturalisme

Multikulturalisme pada dasarnya merupakan sebuah filosofi yang ditafsirkan sebagai ideologi yang menghendaki adanya persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial politik yang sama dalam masyarakat modern. Istilah multikultural juga sering digunakan untuk menggambarkan kesatuan berbagai etnis masyarakat yang berbeda dalam suatu negara. Multikulturalisme itu sendiri berasal dari dua kata; multi (banyak/beragam) dan cultural (budaya atau kebudayaan), yang secara etimologi berarti keberagaman budaya. Budaya yang mesti dipahami, adalah bukan budaya dalam arti sempit, melainkan mesti dipahami sebagai semua dialektika manusia terhadap kehidupannya. Dialektika ini akan melahirkan banyak wajah, seperti sejarah, pemikiran, budaya verbal, bahasa dan lain-lain.
Will Kymlicka, menjelaskan mengenai sumber dari multikulturalisme itu sendiri. Dimana, ia menjelaskas bahwa sumber dari multikulturalisme pada dasarnya adalah imigrasi, yaitu keputusan individu atau sekelompok individu untuk meninggalkan tanah air mereka dan pindah ke society society yang baru. Pada akhirnya negara yang menerima imigran tersebut dapat dikatakan sebagai negara multikulturalisme, karena negara yang menerima imigran tersebut juga memberikan peluang bagi para pendatang untuk tetap mempertahankan karakter budayanya masing-masing.
Dijelaskan secara lebih lanjut oleh Pasurdi Suparlan, bahwa multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individu maupun kebudayaan. Hal ini dianggap menarik oleh Suparlan, karena penggunaan ideologi sebagai penggambaran bahwa betapa mendesaknya kehidupan yang menghormati perbedaan, dan memandang setiap keberagaman sebagai suatu kewajaran serta sederajat. Multikulturalisme adalah sebuah ideologi dan sebuah alat untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya. Untuk dapat memahami multikulturalisme diperlukan landasan pengetahuan yang berupa bangunan konsep-konsep yang relevan dan mendukung keberadaan serta berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan manusia. Dijelaskan secara lebih lanjut oleh Parsudi Suparlan, akar kata dari multikulturalisme adalah kebudayaan, yaitu kebudayaan yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Dalam konteks pembangunan bangsa, istilah multikultural ini telah membentuk suatu ideologi yang disebut multikulturalisme. Konsep multikulturalisme tidaklah dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman secara sukubangsa atau kebudayaan sukubangsa yang menjadi ciri masyarakat majemuk, karena multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan. Oleh karena itu, Suparlan menyatakan terdapat berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah, demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, sukubangsa, kesukubangsaan, kebudayaan sukubangsa, keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya komuniti, dan konsep-konsep lainnya yang relevan. Konsep-konsep ini dianggap berhubungan dengan multikulturalisme dikarenakan disaat kita membicarakan mengenai multikulturalisme, maka secara tidak langsung kita akan membicarakan konspep-konsep yang telah dijelaskan di atas.
Selanjutnya mengutip Fay (1996), Jary dan Jary (1991), Watson (2000) dan Reed (ed. 1997) menyebutkan bahwa multikulturalisme ini akan menjadi sebuah acuan utama bagi terwujudnya masyarakat multikultural, karena multikulturalisme sebagai sebuah ideologi akan mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan. Dalam model multikulturalisme ini, sebuah masyarakat mempunyai sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya seperti sebuah mosaik. Di dalam mosaik tercakup semua kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang lebih kecil yang membentuk terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan seperti sebuah mosaik. Dengan demikian, multikulturalisme diperlukan dalam bentuk tata kehidupan masyarakat yang damai dan harmonis meskipun terdiri dari beraneka ragam latar belakang kebudayan.
Akan tetapi dijelaskan oleh Samuel P. Huntuington (1993) yang “meramalkan” bahwa pada akhirnya dengan keberadaan multikulturalisme tersebut, bahwa konflik antar peradaban di masa depan tidak lagi disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi, politik dan ideologi, tetapi justru dipicu oleh masalah masalah suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Konflik tersebut menjadi gejala terkuat yang menandai runtuhnya polarisasi ideologi dunia kedalam komunisme dan kapitalisme. Bersamaan dengan runtuhnya struktur politik negara-negara Eropa Timur. Ramalan ini sebenarnya telah didukung oleh peristiwa sejarah yang terjadi pada era 1980-an yaitu terjadinya perang etnik di kawasan Balkan, di Yugoslavia., pasca pemerintahan Josep Broz Tito: Keragaman, yang disatu sisi merupakan kekayaan dan kekuatan, berbalik menjadi sumber perpecahan ketika leadership yang mengikatnya lengser.
Selain itu, dijelaskan lebih lanjut oleh Kymlicka bahwa, dalam masyarakat yang multicultural, pemerintah suatu negara tersebut dapat mengambil dua kebijakanuntuk mengatasi timbulnya konflik ataupun untuk menegakkan keadilan dalam masyarakatnya, yaitu pemerintah telah sejak awal membentuk negara tersebut dengan kebangsaan yang berbeda dan bersifat multicultural, ataukah pemerintah mengambil kebijakan dimana masyarakatnya ber-migrasi dari kebudayaannya yang berbeda-beda tersebut, dimana dalam hal ini disebut sebagai sebuah negara yang polietnik.


BAB II
ISI
Sejarah Imigrasi Australia
Kedatangan para imigran di Australia terdiri dari Dua Gelombang. Gelombang pertama migrasi ke Australia berlangsung dalam kurun waktu antara tahun 1788, yaitu pada saat rombongan pertama dari Inggris tiba, tahun 1945, dan saat berakhirnya Perang Dunia II. Pada masa ini, pada dasarnya masi sedikit jumlah imigran yang masuk ke Australia. Delapan dari sepuluh narapidana yang ditransformasikan ke Australia, adalah laki-laki. Akan tetapi, dengan dikeluarkannya beberapa kebijakan  dan juga organisasi, seperti Family Colonisation Loan Society sebagai sebuah organisasi yang memilih inigran yang pantas, terutama keluarga-keluarga, dan menempatkan diri mereka secara pantas di Australia akhirnya meningkatkan proporsi pada kedatangan imigran Australia dan meningkatkan jumlah penduduk yang berada di Australia. Melalui program-progyan imigrasi tersebut, sangat meningkatkan jumlah penduduk Australia. Pada tahun 1850 jumlah penduduk Australia meningkat hampir mencapai setengah juta.
Terutama dengan ditemukannya emas di New South Wales dan Victoria pada tahun 1850, hal ini menimbulkan arus imigran dalam jumlah yang sangat besar. Dimana peristiwa tersebut dikenal dengan nama gold rush. Antara tahun 1851 dan 1860, lebih dari setengah juta imigran memasuki wilayah Australia, sehingga jumlah penduduk Australia pada tahun 1861 meningkat sampai lebih dari satu juta orang. Setelah berakhirnya masa gold rush, imigran yang datang ke Australia umlah juga cuku banyak, terutama wanita. Hal ini akhirnya meningkatkan jumlah penduduk secara alamiah setelah tahun 1861. Antara tahun 1862 dan tahun 1890 migrasi ke Australia juga relative tinggi, terutama wanita, keluarga, dan juga pekerja-pekerja terampil. Dalam 1870-an minat orang-orang Inggris untuk bermigrasi ke Australia juga sangat tinggi. Hal ini dikarenakan makin pendeknya jarak pelayaran akibat pembukaan Terusan Suez, dan juga semakin baiknya hubungan telekomunikasi sejalan dengan selesainya sambunga telegraf antara Australia dengan Inggris pada tahun 1872.
Selama Perang Dunia I, pertambahan penduduk di Australia tidak terlalu signifikan seperti tahun-tahun sebelumnya. Justru pada masa perang tersebut, jumlah penduduk Australia menurun dikarenakan banyak penduduk Australia yang dikirim ke medan peang untuk membantu tentara Inggris. Sehingga hal ini, membuat angka perkawinan  menuru, demikian juga dengan angka kelahiran. Setelah tahun 1919, imigrasi ke Australia kembali mengalami peningkatan, dikarenakan Amerika menutup pintunya bagi migrasi besar-besaran. Antara tahun 1921 dan 1930, sekitar 300.000 imigran masuk ke Australia. Terjadinya depresi ekonomi, pada dasarnya membuat menururnnya angka migrasi ke Australia pada tahun 1930-an. Akan tetapi dengan adanya selogan Populate or Perish yang merupakan slogan umum di Australia pada awal 1940-an yang memperlihatkan penduduk yang begitu kecil dengan wilayahnya yang begitu luas membuat penduduk Australia berpikir bahwa hal tersebut membuat Australia rentan akan serangan dari luar dan juga akan sulit bagi Australia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Oleh karena itu, dibentuklah kementrian imigrasi, dimana tujuannya adalah untuk mendorong dan mengirganisasikan imigrasi sebagai sarana peningkatan jumlah penduduk negeri tersebut. Pemerintahan diselenggarakan oleh Partai Liberal di bawah Robert Menzies. Pada akhirnya dengan kebijakan tersebut, dalam waktu kurang dari 35 tahun kenaikan jumlah penduduk Australia mencapai 100% dan lebih dari 50% kenaikan tersebut dihasilkan oleh program imigrasi tersebut.
Kebijakan yang dikeluarkan tersebut merupakan gelombang kedua dari arus imigrasi tersebut. Walaupun pemerintah memperogramkan agar imigran yang masuk itu seharusnya dari Inggris, namun dalam gelombang ketiga ini Australia juga menerima imigran dari luar Inggris. Mereka berasal dari Eropa dan juga sekitar Laut Tengah. Terutama dengan menandatangani  persetujuan dengan International Refugee Organization, membuat Australia menerika imigran-imigran yang berasal dari luar Inggris. Hasilnya Australia pun dipenuhi orang-orang yang berasal dari suku Aborigin saja dan Inggris saja, tetapi juga berasal dari Italia, Yunani, Yugoslavia, Belanda, Jerman, Polandia, Libanon, Austria, Hongaria, dan Malta.

Masyarakat Aborijin Sebagai Penduduk Asli Australia
Masyarakat pertama yang menghuni Australia sejak lama dikenal sebagai masyrakat asli Australia adalah masyarakat Aborijin. Aborijin sendiri dalam bahasa latinya adalah “aborigine” yang mempunyai arti “dari awal mula.” Orang-orang percaya bahwa, masyarakat Aborijin tersebut telah tinggal di Australia lebih dari 60.000 tahun. Masyarakat Aborijin itu sendiri diperkirakan datang dari Asia Tenggara pada zaman Es. Dimana, pada masa itu permukaan laut yang lebih rendah dan celah yang lebih sempit antara Indonesia dan juga Australia. Orang-orang Aborijin tersebut dipercaya tinggal di daerah lembang sungai dan daerah pantai yang subur, karena udaranya yang hangat.  Cara hidup masyarakat Aborijin adalah berpindah-pindah, dimana mereka mengikuti musim untuk mencari tempat adanya makanan. Hal ini dikarenakan, pola hidup mereka yang memang mengembara. Mereka belum mengenal pertanian. Iklim dan lingkungan yang berbeda, sudah pasti akan menghasilkan makanan yang berbeda juga.
Satu kepercayaan bagi semua orang Aborigin adalah ‘Dreamtine’ (masa mimpi) atau ‘Dreaming’.  Dreamtime ini adalah terjemahan konsep Aborigin yang kira-kira betul, karena tidak ada kata tepat dalam bahasa Inggris, atau bahasa lain.  Setiap suku Aborigin ada kata sendiri untuk konsep Dreamtime, misalnya Tjukurpa untuk orang Pitjantjatjara, Aldjerinya untuk orang Arrente, dan Nguthuna untuk orang Adnyamathanha.  Kata Dreaming tersebut diterima secara umum oleh orang Aborigin, karena sering  ada wahyu atau petunjuk baik diberikan lewat mimpi.  Dreaming  bermaksud semua hal yang diketahui dan dimengerti.  Konsep ini adalah cara yang dipakai orang Aborigin untuk menjelaskan hidupnya, dan bagaimana dunia dilahirkan.  Memang Dreaming adalah pusat untuk kehidupan, kebudayaan dan kesenian orang Aborigin karena konsep itu menentukan kepercayaan, dan hubungannya dengan semua ciri-ciri dunia. Dreaming sering dijelaskan sebagai suatu masa, tetapi konsep waktu Eropa sebagai unit masa dulu kurang tepat untuk Dreaming.  Dreaming bukan masa dahulu, tetapi sesuatu yang terus-menerus, dari mana orang berasal, di mana orang dibarukan, dan ke mana orang dikembalikan.  Oleh karena itu, kesenian adalah suatu cara yang digunakan orang Aborigin untuk berkomunikasi dan memelihara kesatuan dengan Dreaming. Ketika orang mempertunjukkan sifat-sifat nenekmoyang Dreamingnya melalui tarian, musik dan lukisan serta ketika mereka memelihara tempat suci, jiwa nenekmoyangnya diperbarui dan dihormati.
Masyarakat Aborijin juga tidak mengenal adanya kelas. Mereka juga tidak mengenal pemilihan pemimpin, karena proses pemilihan mereka adalah berdasarkan garis keturunan. Kebudayaan dalam masyrakat Aborijin sangatlah kental. Mereka mengingat asal usu mereka melalui hikayat, lukisan (seperti yang ada di gua-gua), lagu, dan juga tarian. Kehidupan dipahami sebagai suatu siklus. Mereka percaya bahwa mereka adalah bagian dari suatu putaran (siklus) kehidupan di alam. Orang dan alam tercipta secara terus-menerus. Masyarakat yang dikenal sebagai penduduk Australia ini memiliki cirri-ciri fisik yang sangat membedakan mereka dengan masyrakat lainnya, yaitu Kulit berwarna coklat, rambut ikal bergelombang, muka dan tubuh ditumbuhi oleh bulu-bulu yang lebat, dahi sempit atau mundur, rongga mata dalam, alis mata menonjol, rahang menonjol, mulut lebar, tulang tengkorak tebal, tinggi badan rata-rata adalah 5 kaki dan 5/6 inci.
Kedatangan masyrakat Eropa ke Australia untuk bermigrasi ternyata justru menjadi permaslaha bagi masyarakat Aborijin. Para pendatang menganggap mereka adalah bangsa yang lebih pantas dan lebih pintar untuk menguasai wilayah Australia dibandingkan suku asli Australia yang dianggap bodoh oleh mereka. Anggapan seperti itu, pada akhirnya membuat penduduk asli Australia menjadi terpinggirkan atau tersingkirkan, dan menimbulkan masalah.
Tidak hanya itu, mereka dalam hal ini adalah masyarakat yang bermigrasi ke Australia juga menganggap  bahwa tanah yang didiami suku aborigin sangat luas dan kosong, sehingga cocok untuk pertanian.
Masalah yang mulai timbul dengan adannya para pendatang dari Eropa, akhirnya menimbulkan diskriminasi bagi suku aborigin. Perlakuan yang dilakukan oleh bangsa Eropa sangatlah memprihatinkan, mereka memperlakukan aborigin seperti budak. Banyak suku aborigin yang bekerja sebagai pemandu, pembantu rumah tangga, pekerja pertanian dan penjaga peternakan. Tidak hanya itu, para anak-anak suku aborigin dipisahkan dari keluarganya secara paksa kemudian ditempatkan di panti asuhan untuk diputihkan, kemudian sebagian ada yang diasuh oleh si kulit putih sebagai pekerja atau pembantu, anak laki-laki dipungut untuk dijadikan pekerja yang mendapatkan upah di peternakan kecil ( Mereka dihukum berat ketika berbuat tidak salah atau sesuatu yang tidak menyenangkan. Masyrakat Aborijin tersebut diperlakukan sebagai warga negara kelas dua, dimana dikenal dengan “Outcast in White Australia”.
Pada dasarnya, kedatangan masyrakat Eropa yang mendiskriminasi mereka tidaklah hanya didiamkan saja oleh masyarakat Aborijin tersebut. Banyak perlawanan yang mereka lakukan, seperti konflik yang terjadi di Tasmania. Terjadinya konflik tersebut membuat Pemerintah colonial untuk menyatakan perang. Pada akhirnya hal ini membuat banyak orang Aborijin yang terbunuh. Populasi masyarakat Aborijin di Tasmania pun menurun dari kira-kira 6.000 orang pada tahun 1803 menjadi kira-kira 500 orang pada tahun 1830. Tidak hanya itu, perburuan terhadap orang Aborigin juga dilakukan sejak masa awal Australia-Eropa. Tujuan adalah merebut tanah-tanah kaum Aborigin, untuk dijadikan ladang pertanian dan peternakan para pendatang Eropa. Hanya saja, dengan jumlah suku Aborijin yang lebih dan semakin sedikir dari bangsa Eropa yang berdatngan, akhirnya membuat suku Aborijin tidak dapat berbuat banyak, dan lebih memilih untuk menyingkir ke hutan ataupun gunung.
Kedatangan masyarakat Eropa tersebut pada dasarnya juga memberikan dampak negate terhadap masyarakat Aborijin tersebut. Tidak hanya masalah masyarakat Eropa yang tidak suka dengan keberadaan masyarakat Aborijin tersebut, tetapi tanpa menindas masyarakat Aborijin tersebut, masyarakat Eropa juga telah memberikan dampak negatif terhadap masyrakat Aborijin tersebut, seperti:
Dampak kesehatan
Datangnya para imigran banyak yang membawa berbagai penyakit baru, yang dapat mematikan bagi suku aborigin.
Dampak sosial
Pudarnnya kebudayaan asli suku aborigin. Karena suku aborigin yang tidak mempunyai tempat tinggal dipaksa untuk tinggal diadaerah suaka dan terpencil. Dan pemerintah kolonial memfasilitasi kehidupan suku aborigin, seperti memberi pakaian dan makanan. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat aborigin dapat berprilaku seperti bangsa Eropa dan meninggalkan budaya asli dari aborigin.
Pola konsumsi berubah
Dengan adannya makanan yang baru ( gandum dan gula ), yang dibawa oleh pendatang, membuat suku aborigin sulit beradaptasi dengan bahan makanan tersebut, sehingga memburuknya kesehatan suku aborigin karena susku aborigin tidak terbiasa dengan makanan tersebut.
Dampak kebudayaan
Suku aborigin mulai kehilangan kebudayaan yang mereka miliki, hal ini dikarenakan telah adannya kebudayaan yang masuk dari bangsa Eropa, sehingga menyingkirkan kebudayaan asli Australia.
Masyarakat Aborijin juga banyak yang pengangguran, dimana lebih dari 40% pada tahun 1988 masyarakat Aborijin tidak memiliki pekerjaan.
Walaupun pada perkembangannya, terdapat peningkatan dalam tempat bagi warga Aborijjin untu menjadi tempat tinggal mereka, tetapi kondisi tempat tinggal mereka, terutama di Queensland dan juga daerah utara Australia bisa dikatakan berada dalam kondisi yang buruk.
Tingkat pengurungan yang tinggi bagi masyarakat Aborijin di Australia.

Kebijakan Australia Dalam Menaggapi Masyarakat Multikultural
Perjuangan masyarakat Aborijin sangatlah sulit. Pergerakan-pergerakan dilakukan untuk memperjuangkan nasib mereka dalam memperoleh keadilan dan melawan diskriminasi tersebut. Pergerakan masyarakat Aborijin dalam memperjuangkan keadilan pada dasarnya telah dimulai sejak kedatangan masyarakat Eropa pada tahun 1788, dimana mereka menginginkan adanya pemberian hak yang sama baik pada masyrakat kulit putih dan juga kepada mereka. Paling tidak mereka dapat merumuskan dan menjalankan hal-hal yang mereka butuhkan dan mereka inginkan, salah satunya adalah menjaga identitas mereka. Hanya saja, pada tahun-tahun awal tersebut masyrakat Aborijin sangalah kalah dibandingkan dengan masyrakat pendatang tersebut, baik dari segi jumlah dan juga kemampuan. Masyarakat pendatang tersebut jauh memiliki kekuasaan yang lebih besar dibandingkan dengan masyarakat Aborijin tersebut. Seperti pada tahun 1890, dimana paada masa itu didirika Serikat Buruh Australia, walaupun kebanyakan buruh dalam ndustru peternakan ataupun pengembala adalah buruh kulit hitam yaitu masyarakat Aborijin, akan tetapi tidak ada masyarakat Aborijin yang menjadi anggota Serikat Buruh tersebut. Begitu juga, dengan diadakannya UU Perlindungan Aborijin pada tahun 1890. Dimana UU ini memberikan hak atas penetapan gaji masyarakat Aborijin, hak atas pekerjaann bagi masyrakat Aborijin, dan hak untuk mengontrol rekeningnya di Bank. Akan tetapi, dengan UU ini juga masyarakat Aborijin diasingkan dengan cara dikumpulkan di suatu tempat yang dikontrol oleh orang-orang Kristen. Semakin kuatnya Serikat Buruh Australia pun pada akhirnya hanyalah ditujukan bagi masyarakat kulit putih.
Pergerakan pun terus berlanjut, dimana pada tahun 1922, dimana pada masa itu masyarakat Aborijin membentuk The Australian Aboriginal Progressive Association di New Sout Wales, akan tetapi pergerakan ini diharuskan bubar. Akhirnya pada tahun 1930, pergerakan ini dibentuk kembali dengan bentuk the Aborigines’ Progressive Association yang didukung oleh Serikat Buruh dan juga Partai Komunis. Di tahun 1932 masyarakat Aborijin juga mendirikan the Australian Aborigines League yang dibentuk di Melbourne oleh William Cooper yang bertujuan untuk mendapatkan keadilan bagi masyarakat Aborijin.Tidak hanya melalui pembentukan-pembentukan organisasi tersebut, masyrakat Aborijin juga banyak melakukan hal-hal, seperti salah satunya adalah pemogokan. Seperti pemogokan yang dilakukan oleh di Cummeragunja pada akhir tahun 1930an dan 1940an di Palm Island, Mogok kerja yang dilakukan di Pilbara pada tahun 1946, di Darwin mogok kerja juga dilakukan oleh masyarakat Aborijin pada tahun 1950 dan tahun 1951.
Menanggapi kondisi masyarakat yang sangat beragam. Dan juga ditambah pergerakan-pergerakan yang dilakukan masyarakat, dalam hal ini adalah masyrakat Aborijin, pemerintah Australia merasa perlu untuk membuat kebijakan yang dapat membentuk sebuah identitas“New Australia”, dimana seluruh masyarakatnya dapat bersatu menjadi kesatuan masyarakat. Konsep kebijakan asimilisai atau monokulturalisme pun dilakukan, dimana masyarakat yang berasal dari negara yang tidak memiliki latar belakang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasanya harus berintegrasi dengan kebudayaan Australia, yaitu berbahasa Inggris. Selain itu, melalui kebijakan tersebut, maka dibuatlah kelas khusus untuk para imigran agar dapat belajar menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasanya. Menurut Mentri Australia dari imigrasi pada tahun 1969, dikatakan bahwa “Australia must have a single culture . . . a monoculture with everyone living in the same way, understanding each other, and sharing the same aspirations. [Australian] don’t want pluralism”. Hal ini akhirnya menimbulkan efek dimana masyarakat yang bukan berasal dari Australia dan juga Inggris harus melupakan kebudayaannya dan mengadopsi kebudayaan cara hidup orang-orang Australia.Proses kebijakan asimilasi ini pada akhirnya membuat masyarakat yang tidak memiliki latar belakang bahasa Inggris memilih untuk bermigrasi ke tempat lain ataupun kembali ke negaranya. Hal ini juga berdampak pada masyarakat Aborijin, dimana masyarakat Aborijin yang tidak memiliki latar belakang bahasa Inggris sebagai bahasanya juga harus berasimilasi dengan masyakat Eropa atau meninggalkan masyarakat Aborijin itu sendiri. Hal ini akhirnya menimbulkan penurunan yang sangat drastis terhadap kondisi ekonomi masyarakat Australia yang akhirnya berdampak pada kondisi ekonomi Australia secara keseluruhan.
Dengan kerugian baik secara sosial dan juga ekonomi yang dialami oleh masyarakat dikarenakan kebijakan tersebut, akhirnya pada tahun 1972, pemerintahan Australian pun mencoba untuk mengambil langkah-langkan untuk mengubah kebijakannya tersebut agar masyarakat yang tidak memiliki latar belakang bahasa Inggris dapat mempertahankan identitas kebudayaannnya. Yang akhirnya pada tahun 1975, pemerintahan Australia pun mengambil langkan kebijakan multikulturalisme. Konsepnya berdasarkan sebuah kesatuan di dalam perbedaan. Dimana, dalam kebijakannya ini masyarakat diberikan kebebasan untuk tetap mempertahankan kebudayaannya dan juga bahasanya, tetapi juga belajar bahasa Inggris dan juga tentang Australia.
Pada dasarnya, pada tahun 1967 waktu suku Aborigin telah menerima hak untuk memberikan suara pada semua pemilihan Commonwealth, State dan Territory. Melalui perjuangannya untuk mencapai keadilan dan persamaan hak.Hal ini juga pada dasarnya juga didukung dengan keinginan pemerintah untuk menyatukan seluruh masyarakat Australian. Oleh karena itu, pada tahun 1991 dibentuklah Dewan Rekonsiliasi Aborigin yang bertujuan untuk mempromosikan proses Rekonsiliasi antara suku pribumi Australia dengan penduduk Australia lainnya. Tujuan dari proses Rekonsiliasi ini, adalah:

persatuan negara Australia yang menghormati tanah air kita; menghargai
warisan suku Aborigin dan Torres Strait Islander; dan memberi keadilan serta
persamaan hak pada semua orang.

Proses rekonsiliasi pun terus berlanjut, dimana pada tahun 1966 Parlemen Australia membuat pernyataan komitmen tentang persamaan hak bagi semua orang Australia. Ini termasuk komitmen dalam proses rekonsiliasi dengan suku Aborigin, khususnya dalam mengatasi kerugian sosial dan ekonomi mereka. Begitu juga pada tahun 2000, dimana pemerintah Australia dan semua bagian pemerintahan membuat komitmen untuk meneruskan dukungan mereka pada proses Rekonsiliasi dengan memperkecil kerugian yang dihadapi oleh suku pribumi Australia.
Upaya pemerintah Australia untuk menangani masalah melalui rekonsiliasi tersebut pun secara bertahap pun sudah mulai menunjukkan hasil pada masa, terutama pada masa pemerintahan Kevin Rudd. Perdana Menteri Kevin Rudd permohonan maaf kepada suku Aborigin atas segala penderitaan yang mereka alami selama dua abad terakhir. Perdana Menteri Australia yang baru ingin agar warga keturunan Aborigin tidak lagi merasa sebagai warga kelas dua dan mengejar ketinggalan mereka dari warga Australia lainnya. Selain itu, pemerintah Australia juga memberikan ijin resmi untuk bekerja. Dan memeberikan pendidikan kepada anak aborigin, seperti pendidikan yang diterima warga Australia kulit putih. Serta membiarkan anak-anak aborigin untuk tinggal bersama keluarganya. Tidak hanya itu saat ini pun hampir di seluruh universitas yang berada di Australia terdapat pusat aborigin.
Upaya pemerintah Australia untuk menangani masalah tersebut sudah mulai menunjukkan hasil pada masa pemerintahan Kevin Rudd. Perdana Menteri Kevin Rudd permohonan maaf kepada suku Aborigin atas segala penderitaan yang mereka alami selama dua abad terakhir. Perdana Menteri Australia yang baru ingin agar warga keturunan Aborigin tidak lagi merasa sebagai warga kelas dua dan mengejar ketinggalan mereka dari warga Australia lainnya. Selain itu, pemerintah Australia juga memberikan ijin resmi untuk bekerja, hal ini bisa dilihat dari kemajuan masyarakat Aborijin yang telah mulai berperan dalam posisi penting di Australia. Seperti, Pat O’Shane, yang merupakan masyarakat Aborijin dan merupakan seorang hakim,  Kathy Freeman yang juga merupakan masyarakat Aborijin yang merupakan seorang pelari tingkat dunia mewakili Australia, Kelompok musisi Yothu Yindi yang merupakan kelompok music beranggotakan masyarakat Aborijin tersebut, Noel Peaeson yang merupakan ahli hukum terkenal di Australia, dan masih banyak lagi. Selain itu, pemerintah juga memberikan pendidikan kepada anak aborigin, seperti pendidikan yang diterima warga Australia kulit putih. Serta membiarkan anak-anak aborigin untuk tinggal bersama keluarganya, dan saat ini di hampir seluruh universitas yang berada di Australia terdapat pusat aborigin. Karena masyarakat Australia modern, ingin memperbaiki sikap mereka yang selama ini tidak adil kepada suku aborigin dan melestarikan budaya dan kesenian aborigin agar tidak hilang.



BAB III
KESIMPULAN

Proses imigrasi yang terjadi di Australia bisa dikatakan membuahkan sebuah ketidakstabilan dalam identitas masyarakat Aborijin. Hal ini pada dasarnya tidak hanya terjadi dalam masyarakat Aborijin saja, tetapi juga terjadi pada imigran-imigran yang berasal dari etnis-etnis lain di Australia. Akan tetapi, masyarakat Aborijin sebagai penduduk asli dan bisa dikatakan sebagai penduduk pertama yang telah menempati Australia jauh sebelum kedatangan para imigran tersebut, pada akhinya menerima dampak paling berat diantara masyarakat-masyarakat imigran lainnya. Dari penjelasan di atas, bisa disimpulkan bahwa dimana pada awalnya masyrakat Aborijin telah memiliki identitas yang stabil, pada masa kedatangan masyarakat Eropa yang bisa dikatakan lebih kuat, baik dari segi ilmu dan juga ketangkasannya membuat masyarakat Eropa memiliki kekuatan lebih untuk merebut apa yang pada awalnya merupakan milik dari masyarakat Aborijin tersebut. Dengan kekuasaan lebih yang dimiliki tersebut, masyarakat Eropa pun pada akhirnya membuat Australia sebagai negara yang berbahasa Inggris sebagai kesatuan negaranya. Perebutan, dan juga diskriminasi yang dilakukan oleh masyarkat Eropa, pada akhirnya pun membuat masyrakat Aborijin menjadi tersingkirkan dan harus berusaha membuat identitas baru sebagai bagian dari masyarakat Australia melalui kebijakan Asimilasi Australia. Tidak hanya pada masa kebijakan asimilasi tersebut, pada dasarnya dengan adanya kebijakan multilkulturalisme dan juga rekonsiliasi yang dilakukan oleh pemerintah Australia juga membuat masyarakat Aborijin dan juga imigran-imigran yang berasal dari luar Inggris juga harus membuat identitas baru, yaitu sebagai warga dari suatu negara dengan latar belakang bahasa Inggris. Walaupun begitu, masyrakat yang memiliki latar belakang negara ataupun suku yang tidak menggunakan bahasa inggris dalam kebijakan multikulturalisme tersebut tetaplah dihargai.
Akan tetapi, dengan kebijakan rekonsiliasi yang dibuat oleh pemerintah Australia pada akhirnya membuat suatu identitas multiculturalisme di Australia tersebut. Karena, dengan kebijakan tersebut dimulai dengan kebijakan multikulturalisme masyarakat Australia memiliki identitas sebagai bangsa Australia, tetapi di lain pihak mereka masih memiliki kesempatan untuk mempertahankan identitas aslinya, yaitu adalah daerah di mana mereka berasal. Hal ini menandakan bahwa salah satu jenis kebijakan politik suatu negara yang dijelaskan oleh Kymlicka, yaitu bahwa pemerintah telah sejak awal membentuk negara tersebut dengan kebangsaan yang berbeda dan bersifat multicultural merupakan kebiajakn yang diterapkan di Australia. Selain itu, melalui rekonsiliasi tersebut, diskriminasi antar etnis pun pada akhirnya akan terselesaikan karena setiap etnis memiliki suara dan memiliki hak yang sama dengan masyarakat dari etnis lainnya. Walaupun, tetap saja hal tersebut didapatkan seluruh masyrakat Australia terutama masyarakat Aborijin dengan usaha dan perjuangan yang keras. 


DAFTAR PUSTAKA

Siboro, Drs. J,1989. Sejarah Australia. Bandung: Penerbit Tarsito,
Bennet, Raymond.  1976. Australian Society And Government,  3rd Edition. Australia : Macarthur Press
Arthur, John. Identity and Multicultural Politics. dari DiktaT Mata Kuliah Masalah-masalah Identitas Dalam Globalisasi
Bahan Internet

http://www.immi.gov.au/living-in-australia/help-with-english/learn english/client/amep_citz_fs/indonesian/indonesian_fs2.pdf,
http://www.petra.ac.id/asc/people/immigrants/,
http://archive.aawl.org.au/documents/pdf/our_mixed_history_indonesian_mar_99.pdfOrang
http://www.dfat.gov.au/aii/publications/_lib/pdf/Chapter04.pdf
http://www.imponk.web.id/category/kolom
http://www.aboriginalart.com.au,
http://www.aboriginalart.com.au
http://www.dfat.gov.au/aii/publications/_lib/pdf/Chapter04.pdf,
http://interseksi.org/download/makalah_fedyani.pdf,
http://my.opera.com/Putra%20Pratama/show.dml/2743875

Tugas IBD 2: Kerukunan Beragama

MAKALAH AGAMA TENTANG KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

BAB I. PENDAHULUAN
                                                
1.1    Latar Belakang
Islam Agama Rahmat bagi Seluruh Alam Kata islam berarti damai, selamat, sejahtera, penyerahan diri, taat dan patuh. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa agama islam adalah agama yang mengandung ajaran untuk menciptakan kedamaian, keselamatan, dan kesejahteraan hidup umat manusia pada khususnya dan seluruh alam pada umumnya. Agama islam adalah agama yang Allah turunkan sejak manusia pertama, Nabi pertama, yaitu Nabi Adam AS. Agama itu kemudian Allah turunkan secara berkesinambungan kepada para Nabi dan Rasul-rasul berikutnya.
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari beragam agama. Kemajemukan yang ditandai dengan keanekaragaman agama itu mempunyai kecenderungan kuat terhadap identitas agama masing- masing dan berpotensi konflik. Indonesia merupakan salah satu contoh masyarakat yang multikultural. Multikultural masyarakat Indonesia tidak sauja kerena keanekaragaman suku, budaya,bahasa, ras tapi juga dalam hal agama. Agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia adalah agama islam, Katolik, protestan, Hindu, Budha, Kong Hu Chu. Dari agama-agama tersebut terjadilah perbedaan agama yang dianut masing-masing masyarakat Indonesia. Dengan perbedaan tersebut apabila tidak terpelihara dengan baik bisa menimbulkan konflik antar umat beragama yang bertentangan dengan nilai dasar agama itu sendiri yang mengajarkan kepada kita kedamaian, hidup saling menghormati, dan saling tolong menolong.
Oleh karena itu, untuk mewujudkan kerukunan hidup antarumat beragama yang sejati, harus tercipta satu konsep hidup bernegara yang mengikat semua anggota kelompok sosial yang berbeda agama guna menghindari ”ledakan konflik antarumat beragama yang terjadi tiba-tiba”.
Makalah ini akan membahas tentang pentingnya menciptakan kerukunan antar umat beragama dilingkungan masyarakat.
1.2    Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah kerukunan antar umat beragama adalah
1)      Apa definisi dari kerukunan?
2)      Apakah definisi kerukunan antar umat beragama?
3)      Bagaimana menjaga kerukunan hidup antar umat beragama?

1.3    Tujuan
Tujuan pada makalah kerukunan antar umat beragama adalah
1)   Mengetahui definisi dari kerukunan
2)   Mengetahui definisi kerukunan antar umat beragama
3)   Mengetahui cara menjaga kerukunan hidup antar umat beragama

1.4  Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari menciptakan suasana rukun antar umat beragama dilingkungan masyarakat yaitu dengan rasa aman, nyaman dan sejahtera.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.   Definisi Kerukunan

Kerukunan adalah istilah yang dipenuhi oleh muatan makna “baik” dan “damai”. Intinya, hidup bersama dalam masyarakat dengan “kesatuan hati” dan “bersepakat” untuk tidak menciptakan perselisihan dan pertengkaran (Depdikbud, 1985:850) Bila pemaknaan tersebut dijadikan pegangan, maka “kerukunan” adalah sesuatu yang ideal dan didambakan oleh masyarakat manusia. Kerukunan [dari ruku, bahasa Arab, artinya tiang atau tiang-tiang yang menopang rumah; penopang yang memberi kedamain dan kesejahteraan kepada penghuninya] secara luas bermakna adanya suasana persaudaraan dan kebersamaan antar semua orang walaupun mereka berbeda secara suku, agama, ras, dan golongan. 

Kerukunan juga bisa bermakna suatu proses untuk menjadi rukun karena sebelumnya ada ketidakrukunan; serta kemampuan dan kemauan untuk hidup berdampingan dan bersama dengan damai serta tenteram. Langkah-langkah untuk mencapai kerukunan seperti itu, memerlukan proses waktu serta dialog, saling terbuka, menerima dan menghargai sesama, serta cinta-kasih. Kerukunan antarumat beragama bermakna rukun dan damainya dinamika kehidupan umat beragama dalam segala aspek kehidupan, seperti aspek ibadah, toleransi, dan kerja sama antarumat beragama.

Manusia ditakdirkan Allah Sebagai makhluk social yang membutuhkan hubungan dan interaksi sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk social, manusia memerlukan kerja sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan material maupun spiritual. Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong (ta’awun) dengan sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan umat Islam dapat berhubungan dengan siapa saja tanpa batasan ras, bangsa, dan agama.

2.2.  Kerja sama intern umat beragama
Persaudaraan atau ukhuwah, merupakan salah satu ajaran yang mendapat perhatian penting dalam islam. Al-qur’an menyebutkan kata yang mengandung arti persaudaraan sebanyak 52 kali yang menyangkut berbagai persamaan, baik persamaan keturunan, keluarga, masyarakat, bangsa, dan agama. Ukhuwah yang islami dapat dibagi kedalam empat macam,yaitu :
1)             Ukhuwah ’ubudiyah atau saudara sekemakhlukan dan kesetundukan kepada Allah.
2)             Ukhuwah insaniyah (basyariyah), dalam arti seluruh umat manusia adalah bersaudara, karena semua berasal dari ayah dan ibu yang sama;Adam dan Hawa.
3)             Ukhuwah wathaniyah wannasab,yaitu persaudaraan dalam keturunan dan kebangsaan.
4)             Ukhuwwah fid din al islam, persaudaraan sesama muslim.
Esensi dari persaudaraan terletak pada kasih sayang yang ditampilkan bentuk perhatian, kepedulian, hubungan yang akrab dan merasa senasib sepenanggungan. Nabi menggambarkan hubungan persaudaraan dalam haditsnya yang artinya ” Seorang mukmin dengan mukmin yang lain seperti satu tubuh, apabila salah satu anggota tubuh terluka, maka seluruh tubuh akan merasakan demamnya. Ukhuwwah adalah persaudaraan yang berintikan kebersamaan dan kesatuan antar sesama. Kebersamaan di akalangan muslim dikenal dengan istilah ukhuwwah Islamiyah atau persaudaraan yang diikat oleh kesamaan aqidah.
Persatuan dan kesatuan sebagai implementasi ajaran Islam dalam masyarakat merupakan salah satu prinsip ajaran Islam. Salah satu masalah yang di hadapi umat Islam sekarang ini adalah rendahnya rasa kesatuan dan persatuan sehingga kekuatan mereka menjadi lemah. Salah satu sebab rendahnya rasa persatuan dan kesatuan di kalangan umat Islam adalah karena randahnya penghayatan terhadap nilai-nilai Islam. Persatuan di kalangan muslim tampaknya belum dapat diwujudkan secara nyata. Perbedaan kepentingan dan golongan seringkali menjadi sebab perpecahan umat. Perpecahan itu biasanya diawali dengan adanya perbedaan pandangan di kalangan muslim terhadap suatu fenomena. Dalam hal agama, di kalangan umat islam misalnya seringkali terjadi perbedaan pendapat atau penafsiran mengenal sesuatu hukum yang kemudian melahirkan berbagai pandangan atau madzhab. Perbedaan pendapat dan penafsiran pada dasarnya merupakan fenomena yang biasa dan manusiawi, karena itu menyikapi perbedaan pendapat itu adalah memahami berbagai penafsiran.
Untuk menghindari perpecahan di kalangan umat islam dan memantapkan ukhuwah islamiyah para ahli menetapkan tiga konsep,yaitu :
1)        Konsep tanawwul al ’ibadah (keragaman cara beribadah). Konsep ini mengakui adanya keragaman yang dipraktekkan Nabi dalam pengamalan agama yang mengantarkan kepada pengakuan akan kebenaran semua praktek keagamaan selama merujuk kepada Rasulullah. Keragaman cara beribadah merupakan hasil dari interpretasi terhadap perilaku Rasul yang ditemukan dalam riwayat (hadits).
2)        Konsep al mukhtiu fi al ijtihadi lahu ajrun(yang salah dalam berijtihad pun mendapatkan ganjaran). Konsep ini mengandung arti bahwa selama seseorang mengikuti pendapat seorang ulama, ia tidak akan berdosa, bahkan tetap diberi ganjaran oleh Allah , walaupun hasil ijtihad yang diamalkannya itu keliru. Di sini perlu dicatat bahwa wewenang untuk menentukan yang benar dan salah bukan manusia, melainkan Allah SWT yang baru akan kita ketahui di hari akhir. Kendati pun demikian, perlu pula diperhatikan orrang yang mengemukakan ijtihad maupun orang yang pendapatnya diikuti, haruslah orang yang memiliki otoritaskeilmuan yang disampaikannya setelah melalui ijtihad.
3)        Konsep la hukma lillah qabla ijtihadi al mujtahid (Allah belum menetapkan suatu hukum sebelum upaya ijtihad dilakukan seorang mujtahid). Konsep ini dapat kita pahami bahwa pada persoalan-persoalan yang belum ditetapkan hukumnya secara pasti, baik dalam al-quran maupun sunnah Rasul, maka Allah belum menetapkan hukumnya. Oleh karena itu umat islam,khususnya para mujtahid, dituntut untuk menetapkannya melalui ijtihad. Hasil dari ijtihad yang dilakukan itu merupakan hukum Allah bagi masing-masing mujtahid, walaupun hasil ijtihad itu berbeda-beda.
Ketiga konsep di atas memberikan pemahaman bahwa ajaran Islam mentolelir adanya perbedaan dalam pemahaman maupun pengalaman. Yang mutlak itu hanyalah Allah dan firman-fiman-Nya,sedangkan interpretasi terhadap firman-firman itu bersifat relatif. Karena itu sangat dimungkinkan untuk terjadi perbedaan. Perbedaan tidak harus melahirkan pertentangan dan permusuhan. Di sini konsep Islam tentang Islah diperankan untuk menyelesaikan pertentangan yang terjadi sehingga tidak menimbulkan permusuhan, dan apabila telah terjadi, maka islah diperankan untuk menghilangkannya dan menyatukan kembali orang atau kelompok yang saling bertentangan.
Memahami dan mengaplikasikan ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat tidak selalu hanya dapat diharapkan dalam kalangan masyarakat muslim. Islam dapat diaplikasikan dalam masyarakat manapun, sebab secara esensial ia merupakan nilai yang bersifat universal. Kendatipun dapat dipahami bahwa Isalam yang hakiki hanya dirujukkan kepada konsep al-quran dan As-sunnah, tetapi dampak sosial yanag lahirdari pelaksanaan ajaran isalam secara konsekwen ddapat dirasakan oleh manusia secara keseluruhan. Demikian pula pada tataran yang lebih luas, yaitu kehidupan antar bangsa,nilai-nilai ajaran Islam menjadi sangat relevan untuk dilaksanakan guna menyatukan umat manusia dalam suatu kesatuan kkebenaran dan keadilan. Dominasi salah satu etnis atau negara merupakan pengingkaran terhadap makna Islam, sebab ia hanya setia pada nilai kebenaran dan keadilan yang bersifat universal. Universalisme Islam dapat dibuktikan anatara lain dari segi, dan sosiologo. Dari segi agama, ajaran Islam menunjukkan universalisme dengan doktrin monoteisme dan prinsip kesatuan alamnya. Selain itu tiap manusia, tanpa perbedaan diminta untuk bersama-sama menerima satu dogma yang sederhana dan dengan itu ia termasuk ke dalam suatu masyarakat yang homogin hanya denga tindakan yang sangat mudah ,yakni membaca syahadat. Jika ia tidak ingin masuk Islam, tidak ada paksaan dan dalam bidang sosial ia tetap diterima dan menikmati segala macam hak kecuali yang merugikan umat Islam.
Ditinjau dari segi sosiologi, universalisme Islam ditampakkan bahwa wahyu ditujukan kepada semua manusia agar mereka menganut agama islam, dan dalam tingkat yang lain ditujukan kepada umat Islam secara khususu untuk menunjukan peraturan-peraturan yang harus mereka ikuti. Karena itu maka pembentukan masyarakat yang terpisah merupakan suatu akibat wajar dari ajaran Al-Qur’an tanpa mengurangi universalisme Islam. Melihat Universalisme Islam di atas tampak bahwa esensi ajaran Islam terletak pada penghargaan kepada kemanusiaan secara univarsal yang berpihak kepada kebenaran, kebaikan,dan keadilan dengan mengedepankan kedamaian, menghindari pertentangan dan perselisian, baik ke dalam intern umat Islam maupun ke luar. Dengan demikian tampak bahwa nilai-nilai ajaran Islam menjadi dasar bagi hubungan antar umat manusia secara universal dengan tidak mengenal suku,bangsa dan agama. Hubungan antara muslim dengan penganut agama lain tidak dilarang oleh syariat Islam, kecuali bekerja sama dalam persoalan aqidah dan ibadah. Kedua persoalan tersebut merupakan hak intern umat Islam yang tidak boleh dicamputi pihak lain, tetapi aspek sosial kemasyarakatan dapat bersatu dalam kerja samayang baik.
Kerja sama antar umat bergama merupakan bagian dari hubungan sosial anatar manusia yang tidak dilarang dalam ajaran Islam. Hubungan dan kerja sama ydalam bidang-bidang ekonomi, politik, maupun budaya tidak dilarang, bahkan dianjurkan sepanjang berada dalam ruang lingkup kebaikan.

2.3.   Kerukunan antar umat beragama
Kerukunan antar umat beragama adalah suatu kondisi sosial ketika semua golongan agama bisa hidup bersama tanpa menguarangi hak dasar masing-masing untuk melaksanakan kewajiban agamanya. Masing-masing pemeluk agama yang baik haruslah hidup rukun dan damai. Karena itu kerukunan antar umat beragama tidak mungkin akan lahir dari sikap fanatisme buta dan sikap tidak peduli atas hak keberagaman dan perasaan orang lain. Tetapi dalam hal ini tidak diartikan bahwa kerukunan hidup antar umat beragama member ruang untuk mencampurkan unsur-unsur tertentu dari agama yang berbeda , sebab hal tersebut akan merusak nilai agama itu sendiri.

Menurut Muhammad Maftuh Basyuni dalam seminar kerukunan antar umat beragama tanggal 31 Desember 2008 di Departemen Agama, mengatakan bahwa kerukunan umat beragama merupakan pilar kerukunan nasional adalah sesuatu yang dinamis, karena itu harus dipelihara terus dari waktu ke waktu. Kerukunan hidup antar umat beragama sendiri berarti keadaan hubungan sesame umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Kerukunan antar umat beragama itu sendiri juga bias diartikan dengan toleransi antar umat beragama. Dalam toleransi itu sendiri pada dasarnya masyarakat harus bersikap lapang dada dan menerima perbedaan antar umat beragama. Selain itu masyarakat juga harus saling menghormati satu sama lainnya misalnya dalam hal beribadah, antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya tidak saling mengganggu. Departemen agama juga menjadikan kerukunan antar umat beragama sebagai tujuan pembangunan nasional bangsa Indonesia yang diarahkan dalam tiga bentuk yaitu:
a)   Kerukunan intern umat beragama.
b)   Keukunan antar umat beragama.
c)    Kerukunan antar umat beragama dengan pemerinata.
Untuk itulah kerukunan hidup antar umat beragama harus kita jaga agar tidak terjadi konflik-konflik antar umat beragama. Terutama di masyarakat Indonesia yang multikultural dalam hal agama, kita harus bisa hidup dalam kedamaian, saling tolong menolong, dan tidak saling bermusuhan agar agama bisa menjadi pemersatu bangsa Indonesia yang secara tidak langsung memberikan stabilitas dan kemajuan negara.

2.4.  Menjaga Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama
Menjaga Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama salah satunya dengan dialog antar umat beragama. Salah satu prasyarat terwujudnya masyarakat yang modern yang demokratis adalah terwujudnya masyarakat yang menghargai kemajemukan (pluralitas) masyarakat dan bangsa serta mewujudkannya dalam suatu keniscayaan. Untuk itulah kita harus saling menjaga kerukunan hidup antar umat beragama. Secara historis banyak terjadi konflik antar umat beragama, misalnya konflik di Poso antara umat islam dan umat kristen. Agama disini terlihat sebagai pemicu atau sumber dari konflik tersebut. Sangatlah ironis konflik yang terjadi tersebut padahal suatu agama pada dasarnya mengajarkan kepada para pemeluknya agar hidup dalam kedamaian, saling tolong menolong dan juga saling menghormati. Untuk itu marilah kita jaga tali persaudaraan antar sesama umat beragama.
Konflik yang terjadi antar umat beragama tersebut dalam masyarakat yang multkultural adalah menjadi sebuah tantangan yang besar bagi masyarakat maupun pemerintah. Karena konflik tersebut bisa menjadi ancaman serius bagi integrasi bangsa jika tidak dikelola secara baik dan benar. Supaya agama bisa menjadi alat pemersatu bangsa, maka kemajemukan harus dikelola dengan baik dan benar, maka diperlukan cara yang efektif yaitu dialog antar umat beragama untuk permasalahan yang mengganjal antara masing-masing kelompok umat beragama. Karena mungkin selama ini konflik yang timbul antara umat beragama terjadi karena terputusnya jalinan informasi yang benar diantara pemeluk agama dari satu pihak ke pihak lain sehingga timbul prasangka-prasangka negatif.
Menurut Prof. Dr. H Muchoyar H.S, MA dalam menyikapi perbedaan agama terkait dengan toleransi antar umat beragama agar dialog antar umat beragama terwujud  memerlukan 3 konsep yaitu :
1.    Setuju untuk tidak setuju, maksudnya setiap agama memiliki akidah masing- masing sehingga agama saling bertoleransi dengan perbedaan tersebut.
2.    Setuju untuk setuju, konsep ini berarti meyakini semua agama memiliki kesamaan dalam upaya peningkatan kesejahteraan dan martabat umatnya.
3.    Setuju untuk berbeda, maksudnya dalam hal perbedaan ini disikapi dengan damai bukan untuk saling menghancurkan.
Tema dialog antar umat beragama sebaiknya bukan mengarah pada masalah peribadatan tetapi lebih ke masalah kemanusiaan seprti moralitas, etika, dan nilai spiritual, supaya efktif dalam dialog aantar umat beragama juga menghindari dari latar belakang agama dan kehendak untuk memdominasi pihak lain. Model dialog antar umat beragama yang dikemukakan oleh Kimball adalah sebagai brikut :
1.        Dialog Parlementer ( parliamentary dialogue ). Dialog ini dilakukan dengan melibatkan tokoh-tokoh umat beragama di dunia. Tujuannya adalah mengembangkan kerjasama dan perdamaian antar umat beragama di dunia.
2.        Dialog Kelembagaan ( institutional dialogue ). Dialog ini melibatkan organisasi-organisasi keagamaan. Tujuannya adalah untuk mendiskusikan dan memecahkan persoalan keumatan dan mengembangkan komunikasi di antara organisasi keagamaan.
3.        Dialog Teologi ( theological dialogue ). Tujuannya adalah membahas persoalan teologis filosofis agar pemahaman tentang agamanya tidak subjektif tetapi objektif.
4.        Dialog dalam Masyarakat ( dialogue in society ). Dilakukan dalam bentuk kerjasama dari komunitas agama yang plural dalam menylesaikan masalah praktis dalam kehidupan sehari-hari.
Dialog Kerohanian (spiritual dialogue). Dilakukan dengan tujuan mengembangkan dan memperdalam kehidupan spirituak di antara berbagai agama.
Cara lain menjaga kerukunan hidup antar umat beragama Indonesia yang multikultural terutama dakam hal agama membuat Indonesia menjadi sangat rentang terhadap konflik antar umat beragama. Maka dari itu menjaga kerukunan antar umat beragama sangatlah penting. Dalam kaitannya untuk menjaga kehidupan antar umat beragama agar terjaga sekaligus tercipta kerukunan hidup antar umat beragama dalam masyarakat khususnya masyarakat Indonesia misalnya dengan cara sebagai berikut:
1.    Menghilangkan perasaan curiga atau permusuhan terhadap pemeluk agama lain yaitu dengan cara mengubah rasa curiga dan benci menjadi rasa penasaran yang positf dan mau menghargai keyakinan orang lain.
2.    Jangan menyalahkan agama seseorang apabila dia melakukan kesalahan tetapi salahkan orangnya. Misalnya dalam hal terorisme.
3.    Biarkan umat lain melaksanakan ibadahnya jangan olok-olok mereka karena ini bagian dari sikap saling menghormati.
4.    Hindari diskriminasi terhadap agama lain karena semua orang berhak mendapat fasilitas yang sama seperti pendidikan, lapangan pekerjaan dan sebagainya.
Dengan memperhatikan cara menjaga kerukunan hidup antar umat beragama tersebut hendaknya kita sesama manusia haruslah saling tolong menolong dan kita harus bisa menerima bahwa perbedaan agama dengan orang lain adalah sebuah realitas dalam masyarakat yang multikultural agar kehidupan antar umat beragma bisa terwujud.

BAB III. PENUTUP

3.1.  Kesimpulan
Pentingnya kerukunan hidup antar umat beragama adalah terciptanya kehidupan masyarakat yang harmonis dalam kedamaian, saling tolong menolong, dan tidak saling bermusuhan agar agama bisa menjadi pemersatu bangsa Indonesia yang secara tidak langsung memberikan stabilitas dan kemajuan Negara. Cara menjaga sekaligus mewujudkan kerukunan hidup antar umat beragama adalah dengan mengadakan dialog antar umat beragama yang di dalamnya membahas tentang hubungan antar sesama umat beragama. Selain itu ada beberapa cara menjaga sekaligus mewujudkan kerukunan hidup antar umat beragama antara lain:
a)        Menghilangkan perasaan curiga atau permusuhan terhadap pemeluk agama lain
b)        Jangan menyalahkan agama seseorang apabila dia melakukan kesalahan tetapi salahkan orangnya.
c)        Biarkan umat lain melaksanakan ibadahnya jangan mengganggu umat lain yang sedang beribadah.
d)       Hindari diskriminasi terhadap agama lain.
3.2.  Saran
Saran yang dapat diberikan untuk masyarakat di Indonesia supaya menanamkan sejak dini pentingnya menjaga kerukunan antar umat beragama agar terciptanya hidup rukun antar sesama sehingga masyarakat merasa aman, nyaman dan sejahtera.

sumber: http://putriadri.blogspot.com/2013/04/makalah-agama-tentang-kerukunan-antar.html